KONSEP DAN SISTEM
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA
A.
Pengertian, Tujuan dan Landasan Hukum
Perencanaan Pembangunan Desa
1.
Mengapa Perlu Perencanaan Desa
Pasal 79 UU No6/2014 tentang Desa menegaskan bahwa
Pemerintah Desa harus menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai
kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten/kota.
Kemudian pasal 115 PP 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 6/2014
tentang Desa menyatakan Perencanaan pembangunan Desa menjadi pedoman bagi
Pemerintah Desa dalam menyusun rancangan RPJM Desa, RKP Desa, dan daftar usulan
RKP Desa.
Pentingnya desa memiliki perencanaan
karena desa harus mengatur dan mengurus desa-nya sesuai dengan kewenangannya
sebagai desa sebagai self governing
community. Artinya, perencanaan desa akan semakin memperkuat hak dan
kewenangan desa sekaligus mengoptimalkan sumber-sumber kekayaan desa (aset
desa) sebagai kekuatan utama membangun desa. Desa tidak lagi selalu “menunggu
perintah atasan” dalam menyelenggarakan urusan dirinya sendiri, ada
keberanian dan kreativitas serta inovasi yang terumuskan dalam dokumen
perencanaan yang legal di desa.
Dengan membangun mekanisme
perencanaan desa yang didasarkan pada aspirasi dan partisipasi masyarakat yang
ditetapkan dengan peraturan desa, mencerminkan keberpihakan negara terhadap
hak-hak desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya pemenuhan
hak-hak dasar masyarakat melalui kebijakan perencanaan desa bukan sekedar
“pemanis kata” tetapi benar- benar menjadi kenyataan.
Potret suram masa lalu, yang
didominasi oleh kebijakan perencanaan dan penganggaran top down dan sentralistik,
telah terbukti menimbulkan sikap apriori dan apatis masyarakat terhadap
proses penyelenggaraan Musyawarah perencanaan pembangunan,biasa disingkat
Musrenbang yang berjenjang mulai dari tingkat desa sampai kabupaten.
Bahkan,menjurus pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Ini
terjadi karena forum Musyawarah perencanaan pembangunan desa dan out put dokumen
yang dihasilkan hanya diposisikan sebagai input “pelengkap penderita” tanpa
pernah diakomodasi lebih jauh oleh pemerintah supra-desa. Perencanaan desa yang
sudah disepakati dalam bentuk Perdes ataupun Keputusan Kepala Desa seakan-akan
tidak memiliki arti apapun. Musrenbang di masa lalu hanya sekedar agenda
“seremonial dan rutinitas” untuk menghabiskan anggaran. Partisipasi masyarakat
yang ditandai dengan tingkat kehadiran masyarakat bersifat “formalistik”
belaka. Partisipasi yang seharusnya menumbuhkan saling sadar, kritis, berubah
menjadi “mobilisasi” sebatas memenuhi tuntutan formalitas aturan dan citra “good
governance”. Kondisi demikian tentu saja akanmempersulit pencapaian
cita-cita besar membangun kemandirian desa. Disamping itu, setiap program
pemberdayaan masyarakat (seperti PNPM, Pamsimas) juga memiliki siklus
perencanaan sendiri yang tidak nyambung dengan perencanaan pada musyawarah
perencanaan pembangunan regular. Namun demikian, pengalaman ini merupakan
proses perencanaan masyarakat yang lebih komprehensif, banyak pembelajaran
untuk memperbaiki sistem perencanaan selanjutnya.
Guna membangkitkan semangat
partisipasi dan kesadaran kritis masyarakat, diperlukan keberanian dan inovasi
daerah untuk menyusun peraturan yang mampu melindungi hak-hak masyarakat desa
melalui mekanisme perencanaan dan penganggaran yang sinergis dan terintegrasi
mulai dari desa sampai kabupaten. Menjadi penting kedepan, bagaimana menjadikan
satu dokumen perencanaan untuk semua dan satu dokumen anggaran desa untuk semua.
Perencanaan desa akan dipercaya oleh masyarakat ketika ada kepastian bahwa
program dan kegiatan termaktub/ terakomodasi dalam kebijakan penganggaran,
sehingga konsistensi antara perencanaan dan penganggaran dapat lebih terjamin.
Hal tersebut menjadi landasan bagaimana UU Desa diimplementasikan kedepan.
Arie Sujito (Kompas 3 Januari 2013 –
Pertaruhan RUU Desa), menuliskan tentang hal penting menyangkut UU Desa yaitu;
1) kejelasan kewenangan desa sebagai wujud pengakuan negara atas desa. UU Desa
mengembalikan kewenangan desa secara lebih jelas. Pembangunan berorientasi
pemberdyaaan, menempatkan masyarakat desa sebagai subyek. 2) Perencanaan dan
penganggaran pembangunan serta redistribusi sumberdaya ke desa. Problem
kemiskinan, ketimbangan social dan berbagai ketidakadilan sesungguhnya
bersumber pada pola pembangunan yang tidak bertumpu pada partisipasi desa.
Pembangunan selama ini hanya menempatkan desa sebagai lokasi dan menjadi model
pembangunan di desa. Dalam UU Desa jelas akan mengimplementasikan paradigm
“desa membangun” dimana substansinya bahwa desa sebagai subyek.
2.
Pengertian dan Prinsip
Menurut UU No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN), perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan
tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan
sumberdaya yang tersedia (Pasal 1 ayat 1). Sedangkan perencanaan pembangunan
adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan guna pemanfaatan dan
pengalokasian sumberdaya yang ada dalam jangka waktu tertentu untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sesuai ketentuan umum pasal 1, Permendagri 114 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pembangunan Desa, menyatakanperencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan
kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah desa dengan melibatkan BPD dan
unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber
daya desa dalam rangka mencapai tujuan pembangunan desa.
Perencanaan pembangunan desa sebaiknya memperhatikan hakekat dan sifat desa yang tentu berbeda
dengan otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan perwujudan asas desentralisasi.
Sedangkan kemandirian desa berangkat dari asas rekognisi (pengakuan dan
penghormatan) serta asas subsidiaritas (lokalisasi penggunaan kewenangan dan
pengambilan keputusan atau bisa disebut sebagai penerapan kewenangan berskala
lokal desa). Dengan kalimat lain, hakikat dan sifat kemandirian desa adalah
kemandirian dari dalam dan kemandirian dari bawah. Sebagai contoh, selama ini
desa bisa mengembangkan sumber daya lokal secara mandiri (misalnya mendirikan
pasar desa, lumbung desa, pengadaan air bersih, dll.) tanpa harus dikontrol oleh regulasi dari atas.
Perencanaan pada dasarnya merupakan irisan antara
pemerintahan dan pembangunan desa. Pemerintahan mencakup kewenangan,
kelembagaan, perencanaan, dan penganggaran/keuangan.Perencanaan desa harus
berangkat dari kewenangan desa. Perencanaan desa bukan sekadar membuat usulan
yang disampaikan kepada pemerintah daerah, yang lebih penting perencanaan desa
adalah keputusan politik yang diambil secara bersama oleh pemerintah desa dan
masyarakat desa.
Tentang kewenangan desa yang menjadi
dasar perencanaan desa kemudian dipertegas dalam pasal
34 PP 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 6/2014 tentang Desa yaitu;
1.
Kewenangan desa berdasarkan hak asal usul
paling sedikit terdiri atas; sistem organisasi masyarakat adat; pembinaan
kelembagaan masyarakat; pembinaan lembaga dan hukum adat; pengelolaan tanah kas
Desa; dan pengembangan peran masyarakat Desa.
2.
Kewenangan
lokal berskala desa paling sedikit terdiri atas kewenangan: pengelolaan
tambatan perahu; pengelolaan pasar Desa; pengelolaan tempat pemandian umum;
pengelolaan jaringan irigasi; pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat
Desa; pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu;
pengembangan dan pembinaan sanggar seni dan belajar; pengelolaan perpustakaan
Desa dan taman bacaan; pengelolaan embung Desa; pengelolaan air minum berskala
Desa; dan pembuatan jalan Desa antarpermukiman ke wilayah pertanian.
Kewenangan tersebut
mengindikasikan bahwa rencana pembangunan desa tidak hanya bersifat fisik dan
infrastruktur seperti yang terjadi selama ini, tetapi menyangkut juga pelayanan
publik, ekonomi dan pengembangan kelembagaan serta pemberdayaan masyarakat dan
desa.
Membuat perencanaan
program dan kegiatan bukanlah mengumpulkan daftar keinginan masyarakat desa.Bukan pula sekadar membuat daftar usulan tanpa alasan yang
logis mengapa kegiatan tersebut penting menjadi agenda program pembangunan
desa. Karenanya penting bagi para
perencana kebijakan pembangunan desa memperhatikan prinsip-prinsip perencanaan desa sebagai berikut;
1)
Belajar dari pengalaman
dan menghargai perbedaan, yaitu bagaimana perencanaan desa dikembangkan dengan
memetik pembelajaran terutama dari keberhasilan yang diraih. Dalam kehidupan
antar masyarakat di desa tentu ada perbedaan sehingga penting untuk mengelola
perbedaanmenjadi kekuatan yang saling mengisi.
2)
Berorientasi pada tujuan
praktis dan strategis, yaitu rencana yang disusun harus dapat memberikan keuntungan
dan manfaat langsung secara nyata
bagi masyarakat. Rencana pembangunan desa juga harus membangun sistem yang
mendukung perubahan sikap dan perilaku sebagai rangkaian perubahan sosial.
3)
Keberlanjutan, yaitu proses perencanaan
harus mampu mendorong keberdayaan masyarakat. Perencanaan juga harus mampu mendorong keberlanjutan ketersediaan
sumber daya lainnya.
4)
Penggalianinformasidesa
dengan sumber utama dari masyarakat desa, yaitu bagaimana rencana
pembangunan disusun mengacu pada hasil pemetaan apresiatif desa.
5)
Partisipatif dan
demokratis, yaitu pelibatan masyarakat dari berbagai unsur di desa termasuk perempuan,
kaum miskin, kaum muda, dan kelompok marjinal lainnya. Harus dipastikan agar
mereka juga ikut serta dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan tidak
semata karena suara terbanyak namun juga dengan analisis yang baik.
6)
Pemberdayaan dan
kaderisasi, yaitu proses perencanaan harus menjamin upaya-upaya menguat-kan dan memberdayakan masyarakatterutama perempuan, kaum
miskin, kaum muda, dan kelompok marjinal lainnya
7)
Berbasis kekuatan, yaitu landasan utama
penyusunan rencana pembangunan desa adalah kekuatan yang dimiliki di desa.
Dukungan pihak luar hanyalah stimulan untuk mendukung percepatannya.
8)
Keswadayaan, yaitu proses perencanaan
harus mampu membangkitkan, menggerakkan, dan mengembangkan keswadayaan
masyarakat.
9)
Keterbukaan dan
pertanggungjawaban, yaitu proses perencanaan terbuka untuk diikuti oleh berbagai
unsur masyarakat desa dan hasilnya
dapat diketahui oleh masyarakat. Hal ini mendorong terbangunnya kepercayaan di
semua tingkatan sehingga bisa dipertanggungjawabkan bersama.
3.
Kebijakan Pemerintah dan Landasan Hukum (Document
and Regulation)
Sebelum Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa lahir, desa telah
mengenal sistem perencanaan pembangunan partisipatif. Acuan atau landasan
hukumnya waktu itu adalah UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Kewajiban desa membuat perencanaan pembangunan dipertegas melalui PP No.72
Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa sebagai regulasi teknis turunan dari UU
No.32 Tahun 2004 tersebut.
Secara khusus, pengaturan pelaksanaan musrenbang diatur dalam UU No.25
tahun 2004 tentang SPPN. Aturan teknisnya kemudian diatur di Permendagri No.66
Tahun 2007 tentang Perencanaan Desa. Permendagri ini memuat petunjuk teknis
penyelenggaraan Musrenbang untuk penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Desa (RPJM Desa) 5 tahunan dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa) tahunan.
Pada praktiknya, meskipun desa telah diwajibkan membuat perencanaan, usulan
program yang digagas masyarakat dan pemerintah desa jarang sekali terakomodir
dalam kebijakan perencanaan pembangunan tingkat daerah. Tidak sedikit
pemerintah desa yang mengeluh karena daftar usulan program prioritas dalam RKP
Desa pada akhirnya terbengkelai menjadi daftar usulan saja. Meski telah
berkali-kali diperjuangkan melalui forum musrenbang
kecamatan, forum SKPD dan
musrenbangkabupaten, usulan program prioritas dari desa itu pun harus
kandas karena kuatnya kepentingan pihak di luar desa dalam mempengaruhi
kebijakan pembangunan daerah. Pada akhirnya, kue APBD lebih banyak terserap
untuk membiayai program-program daerah. Kalau toh ada proyek pembangunan di
desa, desa hanya menjadi lokus proyek saja, bukan pelaksana apalagi penanggung
jawab proyek.
Kelahiran UU No.6 Tahun 2014 berupaya menyempurnakan sistem perencanaan
desa partisipatif sebelumnya. Berbeda dengan sistem perencanaan desa di bawah
rezim UU No. 32 tahun 2004, UU No. 6 Tahun 2014 memberikan kewenangan kepada
desa untuk mengurus rumah tangganya sendiri membuat perencanaan pembangunan
sesuai dengan kewenanganya. Di sini, minimal ada dua kewenangan yaitu
kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Selain
itu, dengan perubahan masa kepemimpinan kepala desa dari lima tahun menjadi
enam tahun, periode perencanaan pembangunan pun berubah dari lima tahunan
menjadi enam tahunan.
Bahkan untuk menangkal praktik pasar proyek pembangunan di desa, UU No.6
tahun 2014 pada pasal 79 ayat (4) menegaskan bahwa Peraturan Desa tentang RPJM
Desa dan RKP Desa sebagai produk (output) perencanaan menjadi
satu-satunya dokumen perencanaan di desa. Pihak lain di luar pemerintah desa
yang hendak menawarkan kerjasama ataupun memberikan bantuan program pembangunan
harus mempedomani kedua produk perencanaan desa tersebut. Pasal tersebut
menyimpan harapan bahwa di masa mendatang, desa tidak lagi menjadi obyek atau
hanya menjadi lokasi proyek dari atas tapi menjadi subyek dan arena bagi orang
desa menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan dan
kemasyarakatan. Dengan kata lain, desa membangun bukan membangun desa.
Pada pasal 78 ayat (92) UU No.6 Tahun 2014 disebutkan bahwa pembangunan
desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Pada tahap
perencanaan, pasal 79 kemudian menjelaskan “pemerintah desa menyusun
perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada
perencanaan pembangunan kabupaten/kota”. Lalu perencanaan apa saja yang
termasuk dalam perencanaan pembangunan desa?.Pada pasal 79 ayat (2) kemudian
menyebutkan ada dua yaitu;
a.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
(RPJM Desa) untuk jangka waktu 6 tahun;
b.
Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang
disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa), merupakan penjabaran dari
RPJM Desa untuk jangka waktu satu tahun.
RPJM Desa pada hakikatnya adalah rencana enam tahunan yang memuatvisi
danmisi kepala desa terpilih yang dituangkan menjadi visi misi desa, sehingga
warga dapat mengetahui arah kebijakan pembangunan desa, arah kebijakan keuangan
desa, dan kebijakan umum desa. Sementara RKP Desa merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk
jangka waktu satu tahun dan dibedakan antara 2 jenis
kegiatan perencanaan; 1). Kegiatan yang akan didanai APB Desa, terutama berdasarkan
kewenangan lokal skala desadan 2). Kegiatan yang tidak mampu dibiayai melalui
APBDesa dan bukan merupakan kewenangan lokal skala desa seperti kegiatan yang
mencakup kawasan perdesaan yang perlu diusulkan melalui mekanisme Musrenbang
Kecamatan hingga kabupaten.
RKP Desa memuat informasi prioritas program, kegiatan, serta kebutuhan
pembangunan desa yang didanai oleh APBDesa, swadaya masyarakat desa, dan/atau
APBDKabupaten/kota. Dengan demikian RPJM Desa dan RKP Desa merupakan pra syarat
dan pedoman bagi pemerintah dalam penyusunan APB Desa.
Tabel 1. Dua Jenis Perencanaan Desa
Jenis Perencanaan Desa
|
Nama Forum yang Membahasnya
|
Nama Dokumen/Keputusan yang Dihasilkan
|
Ditetapkan oleh Peraturan Hukum
|
Perencanaan enam tahunan desa
|
Musyawarah Desa RPJM Desa
|
Rencana Pembangunan jangka Menengah Desa (RPJM Desa)
|
Peraturan Desa (Perdes) tentang RPJM Desa
|
Perencanaan tahunan desa
|
Musyawarah Desa
|
Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa)
|
Peraturan Desa tentang RKP Desa
|
Sumber: Murtiono dan Wulandari (2014)
Kemudian, apa hubungannya antara RPJMD Kabupaten
dengan RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa?. Sebagaimana telah diatur pada pasal
79 UU Desa, maka antara RPJM Desa dan RPJMD Kabupaten haruslah terkonsolidasi
satu sama lain. Dalam arti RPJM Desa harus mengacu pada program prioritas dan
visi misi daerah, RPJMD Kabupaten juga harus mau menjadikan RPJM Desa sebagai
acuan penyusunan RPJMD. Sehingga akan dicapai arah kebijakan pembangunan yang
saling mendukung, karena pendekatan dari bawah bertemu dengan arah kebijakan
pembangunan yang diinisasi dari atas. Berikut ini skema hubungan antara RPJMD,
RPJM Desa, RKP Desa dan APBDesa.
4.
Pelaku, Peran dan Tanggungjawab (Actors, Roles, and Resposibilities)
Siapa saja pelaku yang seharusnya berperan dan bertanggungjawab demi
mendukung keberhasilan membuat perencanaan desa. Ada adagium yang menyatakan
“perencanaan desa yang baik adalah setengah perjalanan keberhasilan desa
mencapai visi dan misi desa”. Tapi, pada hakikatnya keberhasilan pembangunan
tidak bisa semata-mata disandarkan pada pemerintah desa tapi juga elemen desa
lainnya baik dari pelaku ekonomi desa ataupun warga desa pada umumnya (civil
society) seperti masyarakat petani, buruh, ibu-ibu rumah tangga, keluarga
buruh migran, perempuan dan laki-laki, apalagi yang miskin. Maka dari itu desa sebagai kesatuan masyarakat hukum, sudah selayaknya semua elemen di desa
berpartisipasi dalam proses perencanaan pembangunan desa.
Pada hakikatnya pemerintah desa adalah pihak yang paling berkompeten dan
bertanggung jawab menyelenggarakan forum-forum perencanaan pembangunan desa.
Tapi bukan berarti tidak perlu terlibat di dalamnya. Pengikutsertaan masyarakat
dalam proses perencanaan pembangunan desa diatur pada pasal 80 yang menyebutkan
bahwa penyelenggaraan perencanaan pembangunan desa dalam bentuk musyawarah
perencanaan pembangunan desa harus mengikutsertakan masyarakat desa. Lalu apa
yang harus dipersiapkan pemerintah desa, dan apa pula yang sebaiknya diperankan
masyarakat agar forum musyawarah perencanaan
pembangunan desa sebagai alat
untuk menggalang aspirasi benar-benar bermanfaat bagi arah kebijakan
pembangunan desa?.
Beberapa hal yang perlu disiapkan oleh pemerintah diantaranya membentuk dan
membuat Surat Keputusan untuk tim atau kelompok kerja perencanaan desa yang terdiri dari
perwakilan pemerintah desa dan masyarakat, membuat jadual Musdes perencanaan, menginventarisasi calon peserta Musdes, hasil evaluasi pelaksanaan RPJM Desa dan
RKP Desa tahun sebelumnya, membuat petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk
teknis (juknis) Musdes Perencanaan, serta mengumpulkan bahan pendukung dari
kabupaten seperti RPJMD serta pagu indikatif penerimaan desa yang bersumber
dari Dana Desa (DD) maupun Alokasi Dana Desa (ADD).
Warga maupun organisasi sosial kemasyarakatan yang
ada di desa seperti Karang Taruna, Kelompok Dasa Wisma yang biasanya kebanyakan
perempuan, KelompokTani, Kelompok Wanita Tani, keluarga buruh migran sampai
dengan kelompok masyarakat berkebutuhan khusus tentu harus menyambut gembira
inisiatif pemerintah desa menyelenggarakan forum perencanaan pembangunan.
Contohnya, melakukan pertemuan-pertemuan warga menjelang musyawarah perencanaan pembangunan untuk menyatukan persepsi dan aspirasi tentang
kebutuhan prioritas bersama yang nantinya akan diusulkan menjadi program
prioritas desa melalui forum musyawarah desa.
B.
Siklus Perencanaan Pembangunan Desa
1.
Tujuan dan Manfaat Penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa
Dalam rangka upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan masyarka desa sesuai ketentuan umum Pasal 1
Permendagri 114 Tahun 2014, maka desa harus memiliki rencana pembangunan
berjangka dan terukur. Sesuai Permendagri 114/2014 Pasal 4, Perencanaan
pembangunan Desa disusun secara berjangka meliputi: Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; danRencana Pembangunan Tahunan
Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari
RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan ditetapkan dengan Peraturan Desa. Kemudian diperkuat dalam Pasal 115 PP 43 tahun 2014 yang menyebutkan
bahwa Perencanaan pembangunan desa menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dalam
menyusun rancangan RPJM Desa, RKP Desa, dan daftar usulan RKP Desa.
Tujuan dan manfaat penyusunan RPJM desa dan RKP
Desa seperti Kotak berikut:
KOTAK
– 1
|
|
TUJUAN DAN MANFAAT PENYUSUNAN RPJM DESA:
§
Sebagai pedoman dalam
menyusun RKP Desa, sehingga menjamin konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi
§
Mewujudkan perencanaan
pembangunan yangsesuai kebutuhan dan keadaan setempat dan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas hidup masyarakat,
§
Menciptakan rasa memiliki
dan tanggungjawab bersama terhadap program pembangunan,
§
Memelihara dan
mengembangkan hasil-hasil pembangunan (keberlanjutan),
§
Mendorong dan menumbuh
kembangkan partisipasi dan keswadayaan dalam pembangunan
§ Sebagai ruang interaksi antara masyarakat dengan pemerintah
supra desa.
|
KOTAK
– 2
|
|
TUJUAN DAN MANFAAT PENYUSUNAN RKP DESA:
§
Dasar dalam penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes),
§
Acuan dalam menyusun
rencana operasional dan pelaksanaan pembangunan desa dalam 1 tahun,
§
Menciptakan rasa memiliki
dan tanggungjawab bersama terhadap program pembangunan yang akan dijalankan
dalam 1 tahun,
§
Sebagai bahan dalam
melakukan evaluasi pelaksanaan pembangunan tahunan,
§
Sebagai ruang pembelajaran
bersama warga dan Pemerintahan Desa.
§
Memastikan bahwa desa.
§
Memastikan bahwa dana
desa yang direncanakan dan digunakan bermanfaat untuk pembagunan desa.
|
2.
Siklus dan Jadwal Penyusunan RJM Desa dan RKP Desa
Sesuai dengan UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa dan PP No.43 tahun 2014
tentang Pelaksanaan UU No.6 tahun 2014 tentang Desa siklus perencanaan desa
dilaksanakan mulai bulan Juni tahun sebelumnya. Sebagaimana telah dijelaskan, siklus
perencanaan dimulai dengan penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa. Kegiatan
pembuatan RPJM Desa dan RKP Desa tersebut harus selesai sebelum bulan Oktober.
Kemudian bulan Oktober hingga Desember adalah saatnya bagi pemerintah desa
mengembangkan kedua dokumen kebijakan tersebut menjadi dokumen APB Desa. Untuk pelaksanaan
APB Desa, dalam arti pembelanjaan anggaran pembangunan dilakukan mulai bulan
Januari hingga Desember yang sering disebut sebagai
tahun anggaran. Terakhir,
sudah barang tentu pelaporan atas pelaksanaan APB Desa dilakukan setiap
semester yaitu pada bulan Juli dan Januari. Kesepakatan-kesepakatan
masyarakat desa yang disusun dalam perencanaan pembangunan desa harus disusun
berdasarkan siklus waktu tersebut.
Pasal 114 PP No 43/2014
menyebutkan bahwa perencanaan pembangunan desa disusun berdasarkan hasil
kesepakatan dalam musyawarah Desa yang dilaksanakan paling lambat pada bulan
Juni tahun anggaran berjalan. SedangkanPasal 116menyebutkan bahwa dalam
menyusun RPJM Desa dan RKP Desa, Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan
musyawarah perencanaan pembangunan desa secara partisipatif yang diikuti oleh
BPDdan unsur masyarakat desa.Rancangan RPJM Desa dan rancangan RKP Desa dibahas
dalam musyawarah desa perencanaan pembangunan.
Adapun siklus perencanaan pembangunan desa seperti bagan berikut:
RPJM Desa disusun
dengan mempertimbangkan kondisi objektif Desa dan prioritas pembangunan
kabupaten/kota dan ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
terhitung sejak pelantikan kepala Desa.
RKP Desa disusun oleh
Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah kabupaten/kota
berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. RKP Desa mulai disusun
oleh Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan dan ditetapkan dengan
peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun berjalan. Kemudian RKP
Desa akan menjadi dasar penetapan APB Desa.
Pasal 119 Permendagri
114 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa menyatakan bahwa Pemerintah
Desa dapat mengusulkan kebutuhan pembangunan desa kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota.Usulan kebutuhan pembangunan desa tersebut harus mendapatkan
persetujuan bupati/walikota. Usulan tersebut harus dihasilkan dalam musyawarah
perencanaan pembangunan desa. Jika Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota menyetujui usulan tersebut, maka akan dimuat
dalam RKP Desa tahun berikutnya.
Berdasarkan kewenangan
desa yang cukup luas, maka pasal 120 Permendgari 114/2014 memberi kesempatan
bahwa RPJM Desa dan/atau RKP Desa dapat diubah. Perubahan RPJM Desa dan RKP
Desa dilakukan dalam hal:
a.
Terjadi
peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,
dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
b.
Terdapat
perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
Perubahan RPJM Desa
dan/atau RKP Desa tersebut dibahas dan disepakati dalam musyawarah perencanaan
pembangunan desa dan selanjutnya ditetapkan dengan peraturan Desa.
3.
Mekanisme Perencanaan
Pembangunan Desa
Sesuai Permendagri 114
Tahun 2014, tahapan
penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa secara singkat dilakukan
dalam tiga tahapan besar yaitu;
1) Persiapan. Pada tahapan ini pemerintah desa
menyelenggarakan sosialisasi kepada masyarakat tentang perencanaan desa dan
membentuk tim atau pokja perencanaan desa. Sosialisasi adalah upaya pemerintah desa
menyampaikan informasi, pemahaman kepada masyarakat serta menghimpun respon balik dari masyarakat atas rencana kegiatan
yang akan dilaksanakan atau terhadap peristiwa yang sedang, akan terjadi terkait dengan rencana Penyusunan Rencana Pembangunan
Desa.
2) Musyawarah Dusun. Tahapan ini adalah tahapan musyawarah antarwarga
di tingkat wilayah teritorial terkecil desa yaitu dusun. Di Aceh sebutan
dusun atau dukuh dikenal dengan nama Jurong, sedangkan di Ambon atau Maluku
pada umumnya disebut soa. Musdus diharapkan dapat menghasilkan daftar potensi
aset dan assesment permasalahan dasar masyarakat di masing-masing dusun,
sehingga nantinya akan diperoleh potret potensi dan masalah yang berbeda
antardusun. Potret asimetris tersebut pada akhirnya akan menentukan kebutuhan
prioritas program serta pilihan intervensi program yang tepat diterapkan di
masing-masing dusun. Jika memungkinkan, dimana dari segi waktu dan dukungan
logistik mencukupi, sebelum kegiatan musdus, musyawarah dalam rangka penggalian
masalah prioritas masyarakat bisa dimulai dari tingkat Rukun Tangga (RW). Lalu,
hasilnya di bawa ke forum Musdus tersebut.
3) Musyawarah Desa. Hasil musdus sangat mungkin mencerminkan
gambaran kebutuhan, permasalahan serta agenda prioritas pembangunan yang diusulkan
masyarakat, mengingat pada umumnya karakter geografis, demografis maupun
sosilogis antardusun berbeda. Dusun yang kondisi kehidupan masyarakatnya
banyak yang putus sekolah tentu memiliki permasalahan dan harapan yang berbeda
dengan dusun yang banyak penduduknya bersekolah secara berkelanjutan. Dusun
yang terletak di pegunungan pasti memiliki kebutuhan infrastruktur yang berbeda
dengan dusun yang berada di dataran rendah.
Karena itu, forum musyawarah desa menjadi penting. Musdes
diselenggarakan oleh BPD yang melibatkan
seluruh komponen masyarakat, termasuk kaum miskin dan perempuan. Forum ini
berperan strategis menjadi ruang bagi masyarakat untuk mengelompokan (clustering)
kebutuhan dan masalah yang dihadapi warga, melakukan perankingan ataupun menemukan
permufakatan atas agenda-agenda prioritas yang nantinya akan didahulukan
sebagai agenda prioritas pembangunan desa. Musyawarah Desa diharapkan bisa
menghasilkan rumusan prioritas berdasarkan potensi aset dan masalah dasar, visi
dan misi desa serta arah kebijakan pembangunan, serta kebijakan keuangan desa. Hasil kesepakatan musyawarah desa menjadi pedoman bagi pemerintah
Desa dalam menyusun RPJM Desa. Secara khusus mekanisme dan proses Musyawarah
Desa Perencanaan Pembangunan dibahas materi teknis penyusunan RPJMD dan
RKPDesai.
4.
Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Desa
Sesuai pasal 25
Permendagri 114 Tahun 2014, musyawarah perencanaan pembangunan desa diadakan
untuk membahas dan menyepakati rancangan RPJM Desa dan diselenggarakan oleh
Kepala Desa. Musyawarah diikuti oleh Pemerintah Desa, BPDdan unsur masyarakat
yaitu terdiri dari: tokoh adat, tokoh agama, tokoh
masyarakat, tokoh pendidikan, perwakilan kelompok tani, perwakilan kelompok
nelayan, perwakilan kelompok perajin, perwakilan kelompok perempuan, perwakilan
kelompok pemerhati dan pelindungan anak, perwakilan kelompok masyarakat miskin
dan unsur masyarakat lain sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Hasil
kesepakatan musyawarah perencanaan pembangunan Desa, dituangkan dalam berita
acara.
Beberapa agenda penting
yang dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa RPJM Desa, diantaranya;
Pertama, pembahasan visi dan misi desa. Menentukan visi dan
misi desa bukanlah hal yang mudah. Mengapa?, karena pada hakikatnya menyatukan
imajinasi cita-cita dan harapan dari Kepala Desa terpilih dengan warganya. Karenanya dibutuhkan
kecakapan khusus, bagi seorang fasilitator untuk meramu perbedaan cita dan
harapan tersebut yang semula bersifat individualistik menjadi visi dan misi
yang bersifat kolektif.
Kedua, Pembahasan
matrik kegiatan enam tahunan termasuk memisahkan usulan program berskala desa
dan skala kabupaten. Penguasaan perangkat desa dan warga tentang jenis
kewenangan yang dimiliki desa akan turut menentukan skala prioritas
antarprogram sekaligus membantu memudahkan menemukan darimana sumber dana yang
dibutuhkan nanti. Program yang berkait dengan kewenangan lokal berskala desa
tentu tidak perlu diajukan menjadi program desa yang didanai APBD, cukuplah didanai
dengan APB Desa. Disisi lain, Pemerintah Desa dan Tim
Penyusun RPJM Desa juga harus memahami proporsi jumlah anggaran untuk belanja
desa yang ditetapkan dalam APBDesa. Pasal 100 PP 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan UU No 6 Tahun 2014 menyebutkan tentangbelanja desa yang
ditetapkan dalam APB Desa digunakan dengan ketentuan:paling sedikit 70% (tujuh
puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja desa digunakan untuk mendanai
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan paling banyak 30%
(tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja desa digunakan
untuk:penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa dan perangkat desa;
operasional Pemerintah Desa; tunjangan dan operasional BPD; daninsentif rukun
tetangga dan rukun warga.
Ketiga, pembahasan
draft Raperdes. Sebagaimana diatur pada pasal 79 ayat (3) UU Desa, maka arah
kebijakan pembangunan desa yang telah dirumuskan dalam bentuk dokumen RPJM Desa
harus ditetapkan dengan Peraturan Desa. Dengan demikian memiliki kekuatan hukum
yang mengikat bagi pemerintah untuk melaksanakannya. Karena itu, forum musyawarah perencanaan pembangunan desa ini hendaknya benar-benar dimanfaatkan untuk
membahasan rancangan Perdes tersebut, sehingga masyarakat berkesempatan
membahasnya.
Keempat,
penandatanganan berita acara. Kesepakatan ataupun permufakatan yang tercapai
dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan desa diutamakan untuk diberitaacarakan, sehingga memiliki
kekuatan hukum. Jika sudah berkekuatan hukum, maka pemerintah desa atau pihak
lainnya tidak bisa merubah seenaknya sendiri.
Kelima, memilih
delegasi desa, masyarakat ataupun kelompok kepentingan sektoral yang nantinya akan
menjadi utusan desa dalam forum musrenbang di tingkat kecamatan. Delegasi inilah
yang nantinya akan melanjutkan usulan masyarakat yang muncul dalam menjadi agenda
prioritas desa, namun skalanya adalah skala kabupaten. Karena sumber
pendanaannya dari APBD atau bahkan APBN, maka usulan tersebut harus disampaikan
kepada pemerintah kabupaten.
5.
Penetapan dan
Perubahan RPJM Desa
Jika hasil musyawarah
perencanaan pembangunan desa ada input dan masukan, maka Kepala Desa
mengarahkan Tim penyusun RPJM Desa melakukan perbaikan dokumen rancangan RPJM
Desa.
Sesuai Permendagri
Pasal 28, Kepala Desa dapat mengubah RPJM Desa dalam
hal:
a. terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam,
krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan;
atau
b. terdapat perubahan mendasar atas kebijakan
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah
kabupaten/kota.
Perubahan
RPJM Desa, dibahas dan disepakati dalam musyawarah perencanaan pembangunan Desa
dan selanjutnya kepala desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang RPJMD, RPJM Desa tersebut menjadi lampiran rancangan
peraturan Desa tentang RPJM Desa. Rancangan peraturan Desa tentang RPJM
Desa dibahas dan disepakati bersama oleh
kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk ditetapkan oleh kepala desa
menjadi Peraturan Desa tentang RPJM Desa.
C.
Pengertian, Mekanisme dan Hasil Monitoring Perencanaan Pembangunan Desa
1. Pengertian dan Pentingnya Masyarakat
Melakukan Monitoring Perencanaan Pembangunan Desa
Kegiatan yang sering terlupa setelah atau bahkan suatu kegiatan berlangsung
adalah memonitor dan mengevaluasi kegiatan tersebut. Kebanyakan dari kita lebih
cepat puas dan bangga ketika kegiatan sudah berjalan ataupun sudah terlaksana.
Tapi tidak mengetahui apakah target atau substansi tujuan dari kegiatan
tersebut tercapai atau tidak. Karena itu tim perencana desa hendaknya
mengoptimalkan fungsi baik sebagai penyelenggara kegiatan ataupun sebagai
pelaku yang memonitor dan mengevaluasi atas kegiatan yang dilaksanakan.
Monitoring ini juga
memungkinkan untuk melibatkan masyarakat dan menjadi bagian dalam proses
pemberdayaan masyarakat desa sesuai Pasal 84 Permendagri 114 tahun 2014 bahwa
Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Pembangunan
Desa. Artinya bahwa Pemberdayaan masyarakat, dilakukan melalui pengawasan dan
pemantauan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa yang
dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat Desa. Secara mandiri masyarakat
dan Pemerintah Desa harus mengembangkan proses monitoring dalam rangka memantau
target dan berbagi perubahan yang sudah terjadi di masyarakat.
2. Mekansime Monitoring dalam Siklus
Perencanaan Pembangunan Desa
Pemantauan pembangunan
Desa oleh masyarakat Desa dilakukan pada tahapan perencanaan pembangunan Desa
dan tahapan pelaksanaan pembangunan Desa.
Pemantauan tahapan
perencanaan, dilakukan dengan cara menilai penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa,
Pemantauan perencanaan pembangunan desa menggunakan Form -1 tentang Pemantauan Perencanaan Pembangunan Desa.
Pemantauan tahapan
pelaksanaan, dilakukan dengan cara menilai antara lain: pengadaan barang dan/atau
jasa, pengadaan bahan/material, pengadaan tenaga kerja, pengelolaan
administrasi keuangan, pengiriman bahan/material, pembayaran upah, dan kualitas
hasil kegiatan pembangunan Desa.
Bupati/walikota
melakukan pemantauan dan pengawasan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
desa dengan cara:
a.
memantau dan mengawasi jadwal perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan Desa;
b.
menerima, mempelajari dan memberikan umpan
balik terhadap laporan realisasi pelaksanaan APB Desa;
c.
mengevaluasi perkembangan dan kemajuan kegiatan
perencanaan pembangunan Desa; dan
d.
memberikan pembimbingan teknis kepada
pemerintah Desa.
Jika
terjadi keterlambatan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa, sebagai
akibat ketidakmampuan dan/atau kelalaian pemerintah Desa, bupati/walikota akan:
a.
menerbitkan surat peringatan kepada kepala
desa;
b.
membina dan mendampingi pemerintah desa
dalam hal mempercepat perencanaan pembangunan desa untuk memastikan APB Desa
ditetapkan 31 Desember tahun berjalan;
c.
membina dan mendampingi pemerintah desa
dalam hal mempercepat pelaksanaan pembangunan desa untuk memastikan penyerapan
APB Desa sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 78 Permendagri 114 Tahun 2014 memberi ruang tentang
pengaduan dan penyelesaian masalah. Kepala
Desa mengoordinasikan penanganan pengaduan masyarakat dan penyelesaian masalah
dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan desa.Koordinasi penanganan pengaduan
masyarakat dan penyelesaian masalah, meliputi kegiatan:
§ penyediaan
kotak pengaduan masyarakat;
§ pencermatan
masalah yang termuat dalam pengaduan masyarakat;
§ penetapan
status masalah; dan
§ penyelesaian
masalah dan penetapan status penyelesaian masalah.
Penanganan pengaduan dan penyelesaian
masalah berdasarkan ketentuan:
§ menjaga
kerahasiaan identitas pelapor;
§ mengutamakan
penyelesaian masalah di tingkat pelaksana kegiatan;
§ menginformasikan
kepada masyarakat desa perkembangan penyelesaian masalah;
§ melibatkan
masyarakat desa dalam menyelesaikan masalah; dan
§ mengadministrasikan
bukti pengaduan dan penyelesaian masalah.
Penyelesaian masalah dilakukansecara
mandiri oleh desa berdasarkan kearifan lokal dan pengarusutamaan perdamaian
melalui musyawarah desa. Jika musyawarah desa
menyepakati masalah dinyatakan selesai, hasil kesepakatan dituangkan dalam
berita acara musyawarah desa.
3. Hasil Monitoring
Hasil pengawasan dan
pemantauan pembangunan desa, menjadi dasar pembahasan musyawarah desa dalam
rangka pelaksanaan pembangunan desa. Hasil pemantauan tersebut, dituangkan
dalam format hasil pemantauan pembangunan desa. Jika hal tersebut tetap
berjalan, maka siklus pembangunan desa akan berjalan baik karena pembelajaran
dan pengalaman pengelolaan program maupun visi yang harus diusung bersama
masyarakat desa secara kolektif.
PEMANTAUAN PERENCANAAN
PEMBANGUNAN DESA
Tanggal : …………………………………
Desa : ………………………………… Kabupaten/Kota : …………………………………
Kecamatan :
………………………………… Provinsi : …………………………………
No.
|
Kegiatan/ Dokumen yang dipantau
|
Dilaksanakan/ Ada
dokumen
|
Tidak dilaksanakan/ tidak ada dokumen
|
Keterangan (penjelasan bila tidak dilaksanakan)
|
|
|
1
|
Data
rencana program dan kegiatan pembangunan yang akan masuk ke Desa
|
|
|
|
|
2
|
Pendataan
po
|
KONSEP DAN SISTEM
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA
A.
Pengertian, Tujuan dan Landasan Hukum
Perencanaan Pembangunan Desa
1.
Mengapa Perlu Perencanaan Desa
Pasal 79 UU No6/2014 tentang Desa menegaskan bahwa
Pemerintah Desa harus menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai
kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten/kota.
Kemudian pasal 115 PP 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 6/2014
tentang Desa menyatakan Perencanaan pembangunan Desa menjadi pedoman bagi
Pemerintah Desa dalam menyusun rancangan RPJM Desa, RKP Desa, dan daftar usulan
RKP Desa.
Pentingnya desa memiliki perencanaan
karena desa harus mengatur dan mengurus desa-nya sesuai dengan kewenangannya
sebagai desa sebagai self governing
community. Artinya, perencanaan desa akan semakin memperkuat hak dan
kewenangan desa sekaligus mengoptimalkan sumber-sumber kekayaan desa (aset
desa) sebagai kekuatan utama membangun desa. Desa tidak lagi selalu “menunggu
perintah atasan” dalam menyelenggarakan urusan dirinya sendiri, ada
keberanian dan kreativitas serta inovasi yang terumuskan dalam dokumen
perencanaan yang legal di desa.
Dengan membangun mekanisme
perencanaan desa yang didasarkan pada aspirasi dan partisipasi masyarakat yang
ditetapkan dengan peraturan desa, mencerminkan keberpihakan negara terhadap
hak-hak desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya pemenuhan
hak-hak dasar masyarakat melalui kebijakan perencanaan desa bukan sekedar
“pemanis kata” tetapi benar- benar menjadi kenyataan.
Potret suram masa lalu, yang
didominasi oleh kebijakan perencanaan dan penganggaran top down dan sentralistik,
telah terbukti menimbulkan sikap apriori dan apatis masyarakat terhadap
proses penyelenggaraan Musyawarah perencanaan pembangunan,biasa disingkat
Musrenbang yang berjenjang mulai dari tingkat desa sampai kabupaten.
Bahkan,menjurus pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Ini
terjadi karena forum Musyawarah perencanaan pembangunan desa dan out put dokumen
yang dihasilkan hanya diposisikan sebagai input “pelengkap penderita” tanpa
pernah diakomodasi lebih jauh oleh pemerintah supra-desa. Perencanaan desa yang
sudah disepakati dalam bentuk Perdes ataupun Keputusan Kepala Desa seakan-akan
tidak memiliki arti apapun. Musrenbang di masa lalu hanya sekedar agenda
“seremonial dan rutinitas” untuk menghabiskan anggaran. Partisipasi masyarakat
yang ditandai dengan tingkat kehadiran masyarakat bersifat “formalistik”
belaka. Partisipasi yang seharusnya menumbuhkan saling sadar, kritis, berubah
menjadi “mobilisasi” sebatas memenuhi tuntutan formalitas aturan dan citra “good
governance”. Kondisi demikian tentu saja akanmempersulit pencapaian
cita-cita besar membangun kemandirian desa. Disamping itu, setiap program
pemberdayaan masyarakat (seperti PNPM, Pamsimas) juga memiliki siklus
perencanaan sendiri yang tidak nyambung dengan perencanaan pada musyawarah
perencanaan pembangunan regular. Namun demikian, pengalaman ini merupakan
proses perencanaan masyarakat yang lebih komprehensif, banyak pembelajaran
untuk memperbaiki sistem perencanaan selanjutnya.
Guna membangkitkan semangat
partisipasi dan kesadaran kritis masyarakat, diperlukan keberanian dan inovasi
daerah untuk menyusun peraturan yang mampu melindungi hak-hak masyarakat desa
melalui mekanisme perencanaan dan penganggaran yang sinergis dan terintegrasi
mulai dari desa sampai kabupaten. Menjadi penting kedepan, bagaimana menjadikan
satu dokumen perencanaan untuk semua dan satu dokumen anggaran desa untuk semua.
Perencanaan desa akan dipercaya oleh masyarakat ketika ada kepastian bahwa
program dan kegiatan termaktub/ terakomodasi dalam kebijakan penganggaran,
sehingga konsistensi antara perencanaan dan penganggaran dapat lebih terjamin.
Hal tersebut menjadi landasan bagaimana UU Desa diimplementasikan kedepan.
Arie Sujito (Kompas 3 Januari 2013 –
Pertaruhan RUU Desa), menuliskan tentang hal penting menyangkut UU Desa yaitu;
1) kejelasan kewenangan desa sebagai wujud pengakuan negara atas desa. UU Desa
mengembalikan kewenangan desa secara lebih jelas. Pembangunan berorientasi
pemberdyaaan, menempatkan masyarakat desa sebagai subyek. 2) Perencanaan dan
penganggaran pembangunan serta redistribusi sumberdaya ke desa. Problem
kemiskinan, ketimbangan social dan berbagai ketidakadilan sesungguhnya
bersumber pada pola pembangunan yang tidak bertumpu pada partisipasi desa.
Pembangunan selama ini hanya menempatkan desa sebagai lokasi dan menjadi model
pembangunan di desa. Dalam UU Desa jelas akan mengimplementasikan paradigm
“desa membangun” dimana substansinya bahwa desa sebagai subyek.
2.
Pengertian dan Prinsip
Menurut UU No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN), perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan
tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan
sumberdaya yang tersedia (Pasal 1 ayat 1). Sedangkan perencanaan pembangunan
adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan guna pemanfaatan dan
pengalokasian sumberdaya yang ada dalam jangka waktu tertentu untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sesuai ketentuan umum pasal 1, Permendagri 114 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pembangunan Desa, menyatakanperencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan
kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah desa dengan melibatkan BPD dan
unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber
daya desa dalam rangka mencapai tujuan pembangunan desa.
Perencanaan pembangunan desa sebaiknya memperhatikan hakekat dan sifat desa yang tentu berbeda
dengan otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan perwujudan asas desentralisasi.
Sedangkan kemandirian desa berangkat dari asas rekognisi (pengakuan dan
penghormatan) serta asas subsidiaritas (lokalisasi penggunaan kewenangan dan
pengambilan keputusan atau bisa disebut sebagai penerapan kewenangan berskala
lokal desa). Dengan kalimat lain, hakikat dan sifat kemandirian desa adalah
kemandirian dari dalam dan kemandirian dari bawah. Sebagai contoh, selama ini
desa bisa mengembangkan sumber daya lokal secara mandiri (misalnya mendirikan
pasar desa, lumbung desa, pengadaan air bersih, dll.) tanpa harus dikontrol oleh regulasi dari atas.
Perencanaan pada dasarnya merupakan irisan antara
pemerintahan dan pembangunan desa. Pemerintahan mencakup kewenangan,
kelembagaan, perencanaan, dan penganggaran/keuangan.Perencanaan desa harus
berangkat dari kewenangan desa. Perencanaan desa bukan sekadar membuat usulan
yang disampaikan kepada pemerintah daerah, yang lebih penting perencanaan desa
adalah keputusan politik yang diambil secara bersama oleh pemerintah desa dan
masyarakat desa.
Tentang kewenangan desa yang menjadi
dasar perencanaan desa kemudian dipertegas dalam pasal
34 PP 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 6/2014 tentang Desa yaitu;
1.
Kewenangan desa berdasarkan hak asal usul
paling sedikit terdiri atas; sistem organisasi masyarakat adat; pembinaan
kelembagaan masyarakat; pembinaan lembaga dan hukum adat; pengelolaan tanah kas
Desa; dan pengembangan peran masyarakat Desa.
2.
Kewenangan
lokal berskala desa paling sedikit terdiri atas kewenangan: pengelolaan
tambatan perahu; pengelolaan pasar Desa; pengelolaan tempat pemandian umum;
pengelolaan jaringan irigasi; pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat
Desa; pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu;
pengembangan dan pembinaan sanggar seni dan belajar; pengelolaan perpustakaan
Desa dan taman bacaan; pengelolaan embung Desa; pengelolaan air minum berskala
Desa; dan pembuatan jalan Desa antarpermukiman ke wilayah pertanian.
Kewenangan tersebut
mengindikasikan bahwa rencana pembangunan desa tidak hanya bersifat fisik dan
infrastruktur seperti yang terjadi selama ini, tetapi menyangkut juga pelayanan
publik, ekonomi dan pengembangan kelembagaan serta pemberdayaan masyarakat dan
desa.
Membuat perencanaan
program dan kegiatan bukanlah mengumpulkan daftar keinginan masyarakat desa.Bukan pula sekadar membuat daftar usulan tanpa alasan yang
logis mengapa kegiatan tersebut penting menjadi agenda program pembangunan
desa. Karenanya penting bagi para
perencana kebijakan pembangunan desa memperhatikan prinsip-prinsip perencanaan desa sebagai berikut;
1)
Belajar dari pengalaman
dan menghargai perbedaan, yaitu bagaimana perencanaan desa dikembangkan dengan
memetik pembelajaran terutama dari keberhasilan yang diraih. Dalam kehidupan
antar masyarakat di desa tentu ada perbedaan sehingga penting untuk mengelola
perbedaanmenjadi kekuatan yang saling mengisi.
2)
Berorientasi pada tujuan
praktis dan strategis, yaitu rencana yang disusun harus dapat memberikan keuntungan
dan manfaat langsung secara nyata
bagi masyarakat. Rencana pembangunan desa juga harus membangun sistem yang
mendukung perubahan sikap dan perilaku sebagai rangkaian perubahan sosial.
3)
Keberlanjutan, yaitu proses perencanaan
harus mampu mendorong keberdayaan masyarakat. Perencanaan juga harus mampu mendorong keberlanjutan ketersediaan
sumber daya lainnya.
4)
Penggalianinformasidesa
dengan sumber utama dari masyarakat desa, yaitu bagaimana rencana
pembangunan disusun mengacu pada hasil pemetaan apresiatif desa.
5)
Partisipatif dan
demokratis, yaitu pelibatan masyarakat dari berbagai unsur di desa termasuk perempuan,
kaum miskin, kaum muda, dan kelompok marjinal lainnya. Harus dipastikan agar
mereka juga ikut serta dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan tidak
semata karena suara terbanyak namun juga dengan analisis yang baik.
6)
Pemberdayaan dan
kaderisasi, yaitu proses perencanaan harus menjamin upaya-upaya menguat-kan dan memberdayakan masyarakatterutama perempuan, kaum
miskin, kaum muda, dan kelompok marjinal lainnya
7)
Berbasis kekuatan, yaitu landasan utama
penyusunan rencana pembangunan desa adalah kekuatan yang dimiliki di desa.
Dukungan pihak luar hanyalah stimulan untuk mendukung percepatannya.
8)
Keswadayaan, yaitu proses perencanaan
harus mampu membangkitkan, menggerakkan, dan mengembangkan keswadayaan
masyarakat.
9)
Keterbukaan dan
pertanggungjawaban, yaitu proses perencanaan terbuka untuk diikuti oleh berbagai
unsur masyarakat desa dan hasilnya
dapat diketahui oleh masyarakat. Hal ini mendorong terbangunnya kepercayaan di
semua tingkatan sehingga bisa dipertanggungjawabkan bersama.
3.
Kebijakan Pemerintah dan Landasan Hukum (Document
and Regulation)
Sebelum Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa lahir, desa telah
mengenal sistem perencanaan pembangunan partisipatif. Acuan atau landasan
hukumnya waktu itu adalah UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Kewajiban desa membuat perencanaan pembangunan dipertegas melalui PP No.72
Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa sebagai regulasi teknis turunan dari UU
No.32 Tahun 2004 tersebut.
Secara khusus, pengaturan pelaksanaan musrenbang diatur dalam UU No.25
tahun 2004 tentang SPPN. Aturan teknisnya kemudian diatur di Permendagri No.66
Tahun 2007 tentang Perencanaan Desa. Permendagri ini memuat petunjuk teknis
penyelenggaraan Musrenbang untuk penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Desa (RPJM Desa) 5 tahunan dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa) tahunan.
Pada praktiknya, meskipun desa telah diwajibkan membuat perencanaan, usulan
program yang digagas masyarakat dan pemerintah desa jarang sekali terakomodir
dalam kebijakan perencanaan pembangunan tingkat daerah. Tidak sedikit
pemerintah desa yang mengeluh karena daftar usulan program prioritas dalam RKP
Desa pada akhirnya terbengkelai menjadi daftar usulan saja. Meski telah
berkali-kali diperjuangkan melalui forum musrenbang
kecamatan, forum SKPD dan
musrenbangkabupaten, usulan program prioritas dari desa itu pun harus
kandas karena kuatnya kepentingan pihak di luar desa dalam mempengaruhi
kebijakan pembangunan daerah. Pada akhirnya, kue APBD lebih banyak terserap
untuk membiayai program-program daerah. Kalau toh ada proyek pembangunan di
desa, desa hanya menjadi lokus proyek saja, bukan pelaksana apalagi penanggung
jawab proyek.
Kelahiran UU No.6 Tahun 2014 berupaya menyempurnakan sistem perencanaan
desa partisipatif sebelumnya. Berbeda dengan sistem perencanaan desa di bawah
rezim UU No. 32 tahun 2004, UU No. 6 Tahun 2014 memberikan kewenangan kepada
desa untuk mengurus rumah tangganya sendiri membuat perencanaan pembangunan
sesuai dengan kewenanganya. Di sini, minimal ada dua kewenangan yaitu
kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Selain
itu, dengan perubahan masa kepemimpinan kepala desa dari lima tahun menjadi
enam tahun, periode perencanaan pembangunan pun berubah dari lima tahunan
menjadi enam tahunan.
Bahkan untuk menangkal praktik pasar proyek pembangunan di desa, UU No.6
tahun 2014 pada pasal 79 ayat (4) menegaskan bahwa Peraturan Desa tentang RPJM
Desa dan RKP Desa sebagai produk (output) perencanaan menjadi
satu-satunya dokumen perencanaan di desa. Pihak lain di luar pemerintah desa
yang hendak menawarkan kerjasama ataupun memberikan bantuan program pembangunan
harus mempedomani kedua produk perencanaan desa tersebut. Pasal tersebut
menyimpan harapan bahwa di masa mendatang, desa tidak lagi menjadi obyek atau
hanya menjadi lokasi proyek dari atas tapi menjadi subyek dan arena bagi orang
desa menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan dan
kemasyarakatan. Dengan kata lain, desa membangun bukan membangun desa.
Pada pasal 78 ayat (92) UU No.6 Tahun 2014 disebutkan bahwa pembangunan
desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Pada tahap
perencanaan, pasal 79 kemudian menjelaskan “pemerintah desa menyusun
perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada
perencanaan pembangunan kabupaten/kota”. Lalu perencanaan apa saja yang
termasuk dalam perencanaan pembangunan desa?.Pada pasal 79 ayat (2) kemudian
menyebutkan ada dua yaitu;
a.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
(RPJM Desa) untuk jangka waktu 6 tahun;
b.
Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang
disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa), merupakan penjabaran dari
RPJM Desa untuk jangka waktu satu tahun.
RPJM Desa pada hakikatnya adalah rencana enam tahunan yang memuatvisi
danmisi kepala desa terpilih yang dituangkan menjadi visi misi desa, sehingga
warga dapat mengetahui arah kebijakan pembangunan desa, arah kebijakan keuangan
desa, dan kebijakan umum desa. Sementara RKP Desa merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk
jangka waktu satu tahun dan dibedakan antara 2 jenis
kegiatan perencanaan; 1). Kegiatan yang akan didanai APB Desa, terutama berdasarkan
kewenangan lokal skala desadan 2). Kegiatan yang tidak mampu dibiayai melalui
APBDesa dan bukan merupakan kewenangan lokal skala desa seperti kegiatan yang
mencakup kawasan perdesaan yang perlu diusulkan melalui mekanisme Musrenbang
Kecamatan hingga kabupaten.
RKP Desa memuat informasi prioritas program, kegiatan, serta kebutuhan
pembangunan desa yang didanai oleh APBDesa, swadaya masyarakat desa, dan/atau
APBDKabupaten/kota. Dengan demikian RPJM Desa dan RKP Desa merupakan pra syarat
dan pedoman bagi pemerintah dalam penyusunan APB Desa.
Tabel 1. Dua Jenis Perencanaan Desa
Jenis Perencanaan Desa
|
Nama Forum yang Membahasnya
|
Nama Dokumen/Keputusan yang Dihasilkan
|
Ditetapkan oleh Peraturan Hukum
|
Perencanaan enam tahunan desa
|
Musyawarah Desa RPJM Desa
|
Rencana Pembangunan jangka Menengah Desa (RPJM Desa)
|
Peraturan Desa (Perdes) tentang RPJM Desa
|
Perencanaan tahunan desa
|
Musyawarah Desa
|
Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa)
|
Peraturan Desa tentang RKP Desa
|
Sumber: Murtiono dan Wulandari (2014)
Kemudian, apa hubungannya antara RPJMD Kabupaten
dengan RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa?. Sebagaimana telah diatur pada pasal
79 UU Desa, maka antara RPJM Desa dan RPJMD Kabupaten haruslah terkonsolidasi
satu sama lain. Dalam arti RPJM Desa harus mengacu pada program prioritas dan
visi misi daerah, RPJMD Kabupaten juga harus mau menjadikan RPJM Desa sebagai
acuan penyusunan RPJMD. Sehingga akan dicapai arah kebijakan pembangunan yang
saling mendukung, karena pendekatan dari bawah bertemu dengan arah kebijakan
pembangunan yang diinisasi dari atas. Berikut ini skema hubungan antara RPJMD,
RPJM Desa, RKP Desa dan APBDesa.
4.
Pelaku, Peran dan Tanggungjawab (Actors, Roles, and Resposibilities)
Siapa saja pelaku yang seharusnya berperan dan bertanggungjawab demi
mendukung keberhasilan membuat perencanaan desa. Ada adagium yang menyatakan
“perencanaan desa yang baik adalah setengah perjalanan keberhasilan desa
mencapai visi dan misi desa”. Tapi, pada hakikatnya keberhasilan pembangunan
tidak bisa semata-mata disandarkan pada pemerintah desa tapi juga elemen desa
lainnya baik dari pelaku ekonomi desa ataupun warga desa pada umumnya (civil
society) seperti masyarakat petani, buruh, ibu-ibu rumah tangga, keluarga
buruh migran, perempuan dan laki-laki, apalagi yang miskin. Maka dari itu desa sebagai kesatuan masyarakat hukum, sudah selayaknya semua elemen di desa
berpartisipasi dalam proses perencanaan pembangunan desa.
Pada hakikatnya pemerintah desa adalah pihak yang paling berkompeten dan
bertanggung jawab menyelenggarakan forum-forum perencanaan pembangunan desa.
Tapi bukan berarti tidak perlu terlibat di dalamnya. Pengikutsertaan masyarakat
dalam proses perencanaan pembangunan desa diatur pada pasal 80 yang menyebutkan
bahwa penyelenggaraan perencanaan pembangunan desa dalam bentuk musyawarah
perencanaan pembangunan desa harus mengikutsertakan masyarakat desa. Lalu apa
yang harus dipersiapkan pemerintah desa, dan apa pula yang sebaiknya diperankan
masyarakat agar forum musyawarah perencanaan
pembangunan desa sebagai alat
untuk menggalang aspirasi benar-benar bermanfaat bagi arah kebijakan
pembangunan desa?.
Beberapa hal yang perlu disiapkan oleh pemerintah diantaranya membentuk dan
membuat Surat Keputusan untuk tim atau kelompok kerja perencanaan desa yang terdiri dari
perwakilan pemerintah desa dan masyarakat, membuat jadual Musdes perencanaan, menginventarisasi calon peserta Musdes, hasil evaluasi pelaksanaan RPJM Desa dan
RKP Desa tahun sebelumnya, membuat petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk
teknis (juknis) Musdes Perencanaan, serta mengumpulkan bahan pendukung dari
kabupaten seperti RPJMD serta pagu indikatif penerimaan desa yang bersumber
dari Dana Desa (DD) maupun Alokasi Dana Desa (ADD).
Warga maupun organisasi sosial kemasyarakatan yang
ada di desa seperti Karang Taruna, Kelompok Dasa Wisma yang biasanya kebanyakan
perempuan, KelompokTani, Kelompok Wanita Tani, keluarga buruh migran sampai
dengan kelompok masyarakat berkebutuhan khusus tentu harus menyambut gembira
inisiatif pemerintah desa menyelenggarakan forum perencanaan pembangunan.
Contohnya, melakukan pertemuan-pertemuan warga menjelang musyawarah perencanaan pembangunan untuk menyatukan persepsi dan aspirasi tentang
kebutuhan prioritas bersama yang nantinya akan diusulkan menjadi program
prioritas desa melalui forum musyawarah desa.
B.
Siklus Perencanaan Pembangunan Desa
1.
Tujuan dan Manfaat Penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa
Dalam rangka upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan masyarka desa sesuai ketentuan umum Pasal 1
Permendagri 114 Tahun 2014, maka desa harus memiliki rencana pembangunan
berjangka dan terukur. Sesuai Permendagri 114/2014 Pasal 4, Perencanaan
pembangunan Desa disusun secara berjangka meliputi: Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; danRencana Pembangunan Tahunan
Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari
RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan ditetapkan dengan Peraturan Desa. Kemudian diperkuat dalam Pasal 115 PP 43 tahun 2014 yang menyebutkan
bahwa Perencanaan pembangunan desa menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dalam
menyusun rancangan RPJM Desa, RKP Desa, dan daftar usulan RKP Desa.
Tujuan dan manfaat penyusunan RPJM desa dan RKP
Desa seperti Kotak berikut:
KOTAK
– 1
|
|
TUJUAN DAN MANFAAT PENYUSUNAN RPJM DESA:
§
Sebagai pedoman dalam
menyusun RKP Desa, sehingga menjamin konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi
§
Mewujudkan perencanaan
pembangunan yangsesuai kebutuhan dan keadaan setempat dan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas hidup masyarakat,
§
Menciptakan rasa memiliki
dan tanggungjawab bersama terhadap program pembangunan,
§
Memelihara dan
mengembangkan hasil-hasil pembangunan (keberlanjutan),
§
Mendorong dan menumbuh
kembangkan partisipasi dan keswadayaan dalam pembangunan
§ Sebagai ruang interaksi antara masyarakat dengan pemerintah
supra desa.
|
KOTAK
– 2
|
|
TUJUAN DAN MANFAAT PENYUSUNAN RKP DESA:
§
Dasar dalam penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes),
§
Acuan dalam menyusun
rencana operasional dan pelaksanaan pembangunan desa dalam 1 tahun,
§
Menciptakan rasa memiliki
dan tanggungjawab bersama terhadap program pembangunan yang akan dijalankan
dalam 1 tahun,
§
Sebagai bahan dalam
melakukan evaluasi pelaksanaan pembangunan tahunan,
§
Sebagai ruang pembelajaran
bersama warga dan Pemerintahan Desa.
§
Memastikan bahwa desa.
§
Memastikan bahwa dana
desa yang direncanakan dan digunakan bermanfaat untuk pembagunan desa.
|
2.
Siklus dan Jadwal Penyusunan RJM Desa dan RKP Desa
Sesuai dengan UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa dan PP No.43 tahun 2014
tentang Pelaksanaan UU No.6 tahun 2014 tentang Desa siklus perencanaan desa
dilaksanakan mulai bulan Juni tahun sebelumnya. Sebagaimana telah dijelaskan, siklus
perencanaan dimulai dengan penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa. Kegiatan
pembuatan RPJM Desa dan RKP Desa tersebut harus selesai sebelum bulan Oktober.
Kemudian bulan Oktober hingga Desember adalah saatnya bagi pemerintah desa
mengembangkan kedua dokumen kebijakan tersebut menjadi dokumen APB Desa. Untuk pelaksanaan
APB Desa, dalam arti pembelanjaan anggaran pembangunan dilakukan mulai bulan
Januari hingga Desember yang sering disebut sebagai
tahun anggaran. Terakhir,
sudah barang tentu pelaporan atas pelaksanaan APB Desa dilakukan setiap
semester yaitu pada bulan Juli dan Januari. Kesepakatan-kesepakatan
masyarakat desa yang disusun dalam perencanaan pembangunan desa harus disusun
berdasarkan siklus waktu tersebut.
Pasal 114 PP No 43/2014
menyebutkan bahwa perencanaan pembangunan desa disusun berdasarkan hasil
kesepakatan dalam musyawarah Desa yang dilaksanakan paling lambat pada bulan
Juni tahun anggaran berjalan. SedangkanPasal 116menyebutkan bahwa dalam
menyusun RPJM Desa dan RKP Desa, Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan
musyawarah perencanaan pembangunan desa secara partisipatif yang diikuti oleh
BPDdan unsur masyarakat desa.Rancangan RPJM Desa dan rancangan RKP Desa dibahas
dalam musyawarah desa perencanaan pembangunan.
Adapun siklus perencanaan pembangunan desa seperti bagan berikut:
RPJM Desa disusun
dengan mempertimbangkan kondisi objektif Desa dan prioritas pembangunan
kabupaten/kota dan ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
terhitung sejak pelantikan kepala Desa.
RKP Desa disusun oleh
Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah kabupaten/kota
berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. RKP Desa mulai disusun
oleh Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan dan ditetapkan dengan
peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun berjalan. Kemudian RKP
Desa akan menjadi dasar penetapan APB Desa.
Pasal 119 Permendagri
114 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa menyatakan bahwa Pemerintah
Desa dapat mengusulkan kebutuhan pembangunan desa kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota.Usulan kebutuhan pembangunan desa tersebut harus mendapatkan
persetujuan bupati/walikota. Usulan tersebut harus dihasilkan dalam musyawarah
perencanaan pembangunan desa. Jika Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota menyetujui usulan tersebut, maka akan dimuat
dalam RKP Desa tahun berikutnya.
Berdasarkan kewenangan
desa yang cukup luas, maka pasal 120 Permendgari 114/2014 memberi kesempatan
bahwa RPJM Desa dan/atau RKP Desa dapat diubah. Perubahan RPJM Desa dan RKP
Desa dilakukan dalam hal:
a.
Terjadi
peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi,
dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
b.
Terdapat
perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi,
dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
Perubahan RPJM Desa
dan/atau RKP Desa tersebut dibahas dan disepakati dalam musyawarah perencanaan
pembangunan desa dan selanjutnya ditetapkan dengan peraturan Desa.
3.
Mekanisme Perencanaan
Pembangunan Desa
Sesuai Permendagri 114
Tahun 2014, tahapan
penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa secara singkat dilakukan
dalam tiga tahapan besar yaitu;
1) Persiapan. Pada tahapan ini pemerintah desa
menyelenggarakan sosialisasi kepada masyarakat tentang perencanaan desa dan
membentuk tim atau pokja perencanaan desa. Sosialisasi adalah upaya pemerintah desa
menyampaikan informasi, pemahaman kepada masyarakat serta menghimpun respon balik dari masyarakat atas rencana kegiatan
yang akan dilaksanakan atau terhadap peristiwa yang sedang, akan terjadi terkait dengan rencana Penyusunan Rencana Pembangunan
Desa.
2) Musyawarah Dusun. Tahapan ini adalah tahapan musyawarah antarwarga
di tingkat wilayah teritorial terkecil desa yaitu dusun. Di Aceh sebutan
dusun atau dukuh dikenal dengan nama Jurong, sedangkan di Ambon atau Maluku
pada umumnya disebut soa. Musdus diharapkan dapat menghasilkan daftar potensi
aset dan assesment permasalahan dasar masyarakat di masing-masing dusun,
sehingga nantinya akan diperoleh potret potensi dan masalah yang berbeda
antardusun. Potret asimetris tersebut pada akhirnya akan menentukan kebutuhan
prioritas program serta pilihan intervensi program yang tepat diterapkan di
masing-masing dusun. Jika memungkinkan, dimana dari segi waktu dan dukungan
logistik mencukupi, sebelum kegiatan musdus, musyawarah dalam rangka penggalian
masalah prioritas masyarakat bisa dimulai dari tingkat Rukun Tangga (RW). Lalu,
hasilnya di bawa ke forum Musdus tersebut.
3) Musyawarah Desa. Hasil musdus sangat mungkin mencerminkan
gambaran kebutuhan, permasalahan serta agenda prioritas pembangunan yang diusulkan
masyarakat, mengingat pada umumnya karakter geografis, demografis maupun
sosilogis antardusun berbeda. Dusun yang kondisi kehidupan masyarakatnya
banyak yang putus sekolah tentu memiliki permasalahan dan harapan yang berbeda
dengan dusun yang banyak penduduknya bersekolah secara berkelanjutan. Dusun
yang terletak di pegunungan pasti memiliki kebutuhan infrastruktur yang berbeda
dengan dusun yang berada di dataran rendah.
Karena itu, forum musyawarah desa menjadi penting. Musdes
diselenggarakan oleh BPD yang melibatkan
seluruh komponen masyarakat, termasuk kaum miskin dan perempuan. Forum ini
berperan strategis menjadi ruang bagi masyarakat untuk mengelompokan (clustering)
kebutuhan dan masalah yang dihadapi warga, melakukan perankingan ataupun menemukan
permufakatan atas agenda-agenda prioritas yang nantinya akan didahulukan
sebagai agenda prioritas pembangunan desa. Musyawarah Desa diharapkan bisa
menghasilkan rumusan prioritas berdasarkan potensi aset dan masalah dasar, visi
dan misi desa serta arah kebijakan pembangunan, serta kebijakan keuangan desa. Hasil kesepakatan musyawarah desa menjadi pedoman bagi pemerintah
Desa dalam menyusun RPJM Desa. Secara khusus mekanisme dan proses Musyawarah
Desa Perencanaan Pembangunan dibahas materi teknis penyusunan RPJMD dan
RKPDesai.
4.
Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Desa
Sesuai pasal 25
Permendagri 114 Tahun 2014, musyawarah perencanaan pembangunan desa diadakan
untuk membahas dan menyepakati rancangan RPJM Desa dan diselenggarakan oleh
Kepala Desa. Musyawarah diikuti oleh Pemerintah Desa, BPDdan unsur masyarakat
yaitu terdiri dari: tokoh adat, tokoh agama, tokoh
masyarakat, tokoh pendidikan, perwakilan kelompok tani, perwakilan kelompok
nelayan, perwakilan kelompok perajin, perwakilan kelompok perempuan, perwakilan
kelompok pemerhati dan pelindungan anak, perwakilan kelompok masyarakat miskin
dan unsur masyarakat lain sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Hasil
kesepakatan musyawarah perencanaan pembangunan Desa, dituangkan dalam berita
acara.
Beberapa agenda penting
yang dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa RPJM Desa, diantaranya;
Pertama, pembahasan visi dan misi desa. Menentukan visi dan
misi desa bukanlah hal yang mudah. Mengapa?, karena pada hakikatnya menyatukan
imajinasi cita-cita dan harapan dari Kepala Desa terpilih dengan warganya. Karenanya dibutuhkan
kecakapan khusus, bagi seorang fasilitator untuk meramu perbedaan cita dan
harapan tersebut yang semula bersifat individualistik menjadi visi dan misi
yang bersifat kolektif.
Kedua, Pembahasan
matrik kegiatan enam tahunan termasuk memisahkan usulan program berskala desa
dan skala kabupaten. Penguasaan perangkat desa dan warga tentang jenis
kewenangan yang dimiliki desa akan turut menentukan skala prioritas
antarprogram sekaligus membantu memudahkan menemukan darimana sumber dana yang
dibutuhkan nanti. Program yang berkait dengan kewenangan lokal berskala desa
tentu tidak perlu diajukan menjadi program desa yang didanai APBD, cukuplah didanai
dengan APB Desa. Disisi lain, Pemerintah Desa dan Tim
Penyusun RPJM Desa juga harus memahami proporsi jumlah anggaran untuk belanja
desa yang ditetapkan dalam APBDesa. Pasal 100 PP 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan UU No 6 Tahun 2014 menyebutkan tentangbelanja desa yang
ditetapkan dalam APB Desa digunakan dengan ketentuan:paling sedikit 70% (tujuh
puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja desa digunakan untuk mendanai
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan paling banyak 30%
(tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja desa digunakan
untuk:penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa dan perangkat desa;
operasional Pemerintah Desa; tunjangan dan operasional BPD; daninsentif rukun
tetangga dan rukun warga.
Ketiga, pembahasan
draft Raperdes. Sebagaimana diatur pada pasal 79 ayat (3) UU Desa, maka arah
kebijakan pembangunan desa yang telah dirumuskan dalam bentuk dokumen RPJM Desa
harus ditetapkan dengan Peraturan Desa. Dengan demikian memiliki kekuatan hukum
yang mengikat bagi pemerintah untuk melaksanakannya. Karena itu, forum musyawarah perencanaan pembangunan desa ini hendaknya benar-benar dimanfaatkan untuk
membahasan rancangan Perdes tersebut, sehingga masyarakat berkesempatan
membahasnya.
Keempat,
penandatanganan berita acara. Kesepakatan ataupun permufakatan yang tercapai
dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan desa diutamakan untuk diberitaacarakan, sehingga memiliki
kekuatan hukum. Jika sudah berkekuatan hukum, maka pemerintah desa atau pihak
lainnya tidak bisa merubah seenaknya sendiri.
Kelima, memilih
delegasi desa, masyarakat ataupun kelompok kepentingan sektoral yang nantinya akan
menjadi utusan desa dalam forum musrenbang di tingkat kecamatan. Delegasi inilah
yang nantinya akan melanjutkan usulan masyarakat yang muncul dalam menjadi agenda
prioritas desa, namun skalanya adalah skala kabupaten. Karena sumber
pendanaannya dari APBD atau bahkan APBN, maka usulan tersebut harus disampaikan
kepada pemerintah kabupaten.
5.
Penetapan dan
Perubahan RPJM Desa
Jika hasil musyawarah
perencanaan pembangunan desa ada input dan masukan, maka Kepala Desa
mengarahkan Tim penyusun RPJM Desa melakukan perbaikan dokumen rancangan RPJM
Desa.
Sesuai Permendagri
Pasal 28, Kepala Desa dapat mengubah RPJM Desa dalam
hal:
a. terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam,
krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan;
atau
b. terdapat perubahan mendasar atas kebijakan
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah
kabupaten/kota.
Perubahan
RPJM Desa, dibahas dan disepakati dalam musyawarah perencanaan pembangunan Desa
dan selanjutnya kepala desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang RPJMD, RPJM Desa tersebut menjadi lampiran rancangan
peraturan Desa tentang RPJM Desa. Rancangan peraturan Desa tentang RPJM
Desa dibahas dan disepakati bersama oleh
kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk ditetapkan oleh kepala desa
menjadi Peraturan Desa tentang RPJM Desa.
C.
Pengertian, Mekanisme dan Hasil Monitoring Perencanaan Pembangunan Desa
1. Pengertian dan Pentingnya Masyarakat
Melakukan Monitoring Perencanaan Pembangunan Desa
Kegiatan yang sering terlupa setelah atau bahkan suatu kegiatan berlangsung
adalah memonitor dan mengevaluasi kegiatan tersebut. Kebanyakan dari kita lebih
cepat puas dan bangga ketika kegiatan sudah berjalan ataupun sudah terlaksana.
Tapi tidak mengetahui apakah target atau substansi tujuan dari kegiatan
tersebut tercapai atau tidak. Karena itu tim perencana desa hendaknya
mengoptimalkan fungsi baik sebagai penyelenggara kegiatan ataupun sebagai
pelaku yang memonitor dan mengevaluasi atas kegiatan yang dilaksanakan.
Monitoring ini juga
memungkinkan untuk melibatkan masyarakat dan menjadi bagian dalam proses
pemberdayaan masyarakat desa sesuai Pasal 84 Permendagri 114 tahun 2014 bahwa
Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Pembangunan
Desa. Artinya bahwa Pemberdayaan masyarakat, dilakukan melalui pengawasan dan
pemantauan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa yang
dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat Desa. Secara mandiri masyarakat
dan Pemerintah Desa harus mengembangkan proses monitoring dalam rangka memantau
target dan berbagi perubahan yang sudah terjadi di masyarakat.
2. Mekansime Monitoring dalam Siklus
Perencanaan Pembangunan Desa
Pemantauan pembangunan
Desa oleh masyarakat Desa dilakukan pada tahapan perencanaan pembangunan Desa
dan tahapan pelaksanaan pembangunan Desa.
Pemantauan tahapan
perencanaan, dilakukan dengan cara menilai penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa,
Pemantauan perencanaan pembangunan desa menggunakan Form -1 tentang Pemantauan Perencanaan Pembangunan Desa.
Pemantauan tahapan
pelaksanaan, dilakukan dengan cara menilai antara lain: pengadaan barang dan/atau
jasa, pengadaan bahan/material, pengadaan tenaga kerja, pengelolaan
administrasi keuangan, pengiriman bahan/material, pembayaran upah, dan kualitas
hasil kegiatan pembangunan Desa.
Bupati/walikota
melakukan pemantauan dan pengawasan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
desa dengan cara:
a.
memantau dan mengawasi jadwal perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan Desa;
b.
menerima, mempelajari dan memberikan umpan
balik terhadap laporan realisasi pelaksanaan APB Desa;
c.
mengevaluasi perkembangan dan kemajuan kegiatan
perencanaan pembangunan Desa; dan
d.
memberikan pembimbingan teknis kepada
pemerintah Desa.
Jika
terjadi keterlambatan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa, sebagai
akibat ketidakmampuan dan/atau kelalaian pemerintah Desa, bupati/walikota akan:
a.
menerbitkan surat peringatan kepada kepala
desa;
b.
membina dan mendampingi pemerintah desa
dalam hal mempercepat perencanaan pembangunan desa untuk memastikan APB Desa
ditetapkan 31 Desember tahun berjalan;
c.
membina dan mendampingi pemerintah desa
dalam hal mempercepat pelaksanaan pembangunan desa untuk memastikan penyerapan
APB Desa sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 78 Permendagri 114 Tahun 2014 memberi ruang tentang
pengaduan dan penyelesaian masalah. Kepala
Desa mengoordinasikan penanganan pengaduan masyarakat dan penyelesaian masalah
dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan desa.Koordinasi penanganan pengaduan
masyarakat dan penyelesaian masalah, meliputi kegiatan:
§ penyediaan
kotak pengaduan masyarakat;
§ pencermatan
masalah yang termuat dalam pengaduan masyarakat;
§ penetapan
status masalah; dan
§ penyelesaian
masalah dan penetapan status penyelesaian masalah.
Penanganan pengaduan dan penyelesaian
masalah berdasarkan ketentuan:
§ menjaga
kerahasiaan identitas pelapor;
§ mengutamakan
penyelesaian masalah di tingkat pelaksana kegiatan;
§ menginformasikan
kepada masyarakat desa perkembangan penyelesaian masalah;
§ melibatkan
masyarakat desa dalam menyelesaikan masalah; dan
§ mengadministrasikan
bukti pengaduan dan penyelesaian masalah.
Penyelesaian masalah dilakukansecara
mandiri oleh desa berdasarkan kearifan lokal dan pengarusutamaan perdamaian
melalui musyawarah desa. Jika musyawarah desa
menyepakati masalah dinyatakan selesai, hasil kesepakatan dituangkan dalam
berita acara musyawarah desa.
3. Hasil Monitoring
Hasil pengawasan dan
pemantauan pembangunan desa, menjadi dasar pembahasan musyawarah desa dalam
rangka pelaksanaan pembangunan desa. Hasil pemantauan tersebut, dituangkan
dalam format hasil pemantauan pembangunan desa. Jika hal tersebut tetap
berjalan, maka siklus pembangunan desa akan berjalan baik karena pembelajaran
dan pengalaman pengelolaan program maupun visi yang harus diusung bersama
masyarakat desa secara kolektif.
PEMANTAUAN PERENCANAAN
PEMBANGUNAN DESA
Tanggal : …………………………………
Desa : ………………………………… Kabupaten/Kota : …………………………………
Kecamatan :
………………………………… Provinsi : …………………………………
No.
|
Kegiatan/ Dokumen yang dipantau
|
Dilaksanakan/ Ada
dokumen
|
Tidak dilaksanakan/ tidak ada dokumen
|
Keterangan (penjelasan bila tidak dilaksanakan)
|
|
|
1
|
Data
rencana program dan kegiatan pembangunan yang akan masuk ke Desa
|
|
|
|
|
2
|
Pendataan
potensi dan masalah di Desa
|
|
|
|
|
3
|
Dokumen
rekapitulasi gagasan dusun
|
|
|
|
|
4
|
Laporan
hasil pengkajian keadaan Desa
|
|
|
|
|
5
|
Musyawarah
Desa penyusunan RPJM Desa
|
|
|
|
|
6
|
Rancangan
RPJM Desa
|
|
|
|
|
7
|
Musyawarah
perencanaan pembangunan desa penyusunan RPJM Desa
|
|
|
|
|
8
|
Musyawarah
Desa penyusunan RKP Desa
|
|
|
|
|
9
|
Dokumen
pagu indikatif desa
|
|
|
|
|
10
|
Rancangan
RKP Desa
|
|
|
|
|
11
|
Proposal
Teknis dan kelengkapannya
|
|
|
|
|
12
|
Verifikasi
dan pemeriksaan proposal teknis
|
|
|
|
|
13
|
Daftar
usulan RKP Desa
|
|
|
|
|
14
|
Berita
acara tentang hasil penyusunan rancangan RKP Desa
|
|
|
|
|
15
|
Berita
acara Rancangan RKP Desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa
|
|
|
|
|
Keterangan
pengisian:
§
Untuk kegiatan, isi dilaksanakan atau tidak dilaksanakan
§
Untuk dokumen/data, isi ada atau tidak ada dokumentensi dan masalah di Desa
|
|
|
|
|
3
|
Dokumen
rekapitulasi gagasan dusun
|
|
|
|
|
4
|
Laporan
hasil pengkajian keadaan Desa
|
|
|
|
|
5
|
Musyawarah
Desa penyusunan RPJM Desa
|
|
|
|
|
6
|
Rancangan
RPJM Desa
|
|
|
|
|
7
|
Musyawarah
perencanaan pembangunan desa penyusunan RPJM Desa
|
|
|
|
|
8
|
Musyawarah
Desa penyusunan RKP Desa
|
|
|
|
|
9
|
Dokumen
pagu indikatif desa
|
|
|
|
|
10
|
Rancangan
RKP Desa
|
|
|
|
|
11
|
Proposal
Teknis dan kelengkapannya
|
|
|
|
|
12
|
Verifikasi
dan pemeriksaan proposal teknis
|
|
|
|
|
13
|
Daftar
usulan RKP Desa
|
|
|
|
|
14
|
Berita
acara tentang hasil penyusunan rancangan RKP Desa
|
|
|
|
|
15
|
Berita
acara Rancangan RKP Desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa
|
|
|
|
|
Keterangan
pengisian:
§
Untuk kegiatan, isi dilaksanakan atau tidak dilaksanakan
§
Untuk dokumen/data, isi ada atau tidak ada dokumen
2 comments: