Materi Bimtek Administrasi Pemerintahan Desa

Pemerintah Desa Sindanglaya menyelenggarakan Kegiatan Bimbingan Teknis Administrasi Pemerintahan Desa sebanyak 30 orang terdiri dari Perangkat Desa dan Lembaga Kemasyarakatan Desa selama  hari yaitu Hari Jumat dan Sabtu Tanggal 27 dan 28 Desember 2019 di Hotel Zury Cipanas.
Hadir sebagai Fasilitator dari DPMD yaitu Ibu Rella Nurela, S.STP., M.Si dan Asep Koswara, S.Pt., M.Si.
Adapun Materi dapat dipelajari dan diunduh pada link di bawah ini:

No Materi
1 Tayangan Power Point
2 Tayangan Administrasi Umum
3 Tayangan Administrasi Penduduk
4 Tayangan Administrasi Keuangan Desa
5 Tayangan Administrasi Pembangunan
6 Permendagri 47 Tahun 2016
7 Lampiran Permendagri 47 Tahun 2016
8 Pengelolaan Keuangan Desa

Tetap Semangat!!!

2 comments:

Materi Bimtek Penyelenggara Pilkades Serentak 2020


Berikut bahan materi Bimtek Penyelenggara Pilkades Serentak Tahun 2020 yang dilaksanakan oleh DPMD Kabupaten Cianjur:
1. Tayangan Utama
2. Jadwal dan Tahapan
3. Pendaftaran Pemilih
4. Kampanye
5. Panduan Penyelenggaraan Pemungutan dan Penghitungan Suara
6. Panduan Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemungutan Suara
7. Instrumen dan Berita Acara Seleksi Tambahan

Adapun Refenrensi Aturan dapat diunduh di bawah ini:
NOMOR UNDUH MATERI
1 UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA
2 PERMENDAGRI NOMOR 110 TAHUN 2016 TENTANG BPD
3 PERMENDAGRI NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN KEPALA DESA
4 PERMENDAGRI 65 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN PERMENDAGRI 112 TAHUN 2014 TENTANG PILKADES
5 PERDA 4 TAHUN 2015 TENTANG DESA
6 PERDA 5 TAHUN 2015 TENTANG PILKADES
7 PERDA 11 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN PERDA NO 5 TAHUN 2015
8 PERBUP 41 TAHUN 2015 TENTANG JUKNIS PILKADES
9 PERBUP 79 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN BPD
10 PERBUP 42 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN PERBUP 41 TAHUN 2015

0 comments:

Tahapan Pencalonan Kepala Desa Pada Pilkades Serentak 2020


1 comments:

Tata Cara Pendaftaran dan Penetapan Pemilih Pada Pilkades Cianjur Tahun 2020

Pendaftaran dan Penetapan Pemilih pada Pemilihan Kepala Desa diatur berdasarkan ketentuan Pasal 37 sampai dengan Pasal 49 Peraturan Bupati Nomor 41 Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Desa.

Tahapan Pendaftaran dan Penetapan Pemilih meliputi:
1. Pendaftaran dan Penetapan Daftar Pemilih Sementara (DPS),
2. Pencatatan dan Penetapan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), dan
3. Penetapan DPT.

Jadwal Pendaftaran dan Penetapan Pemilih untuk Pemilhan Kepala Desa Serentak di Kabupaten Cianjur Tahun 2020 ditetapkan dengan Keputusan Bupati Cianjur Nomor 141/Kep.80-DPMD/2019 sebagai berikut:

1.   Tanggal 16 s.d 18 Oktober 2019: Pendaftaran Pemilih (3 hari).
2.   Tanggal 19 s.d 25 Oktober 2019: Pemutakhiran dan Validasi Data Pemilih (7 hari).
3.   Tanggal 26 s.d 28 Oktober 2019: Pengumuman DPS (3 hari).
4.   Tanggal 22 s.d 28 Januari 2020 : Pencatatan DPTb (7 hari).
5.   Tanggal 01 s.d 03 Januari 2020 : Pengumuman DPTb (3 hari).
6.   Tanggal 03 s.d 07 Pebruari 2020: Penyampaian DPS dan DPTb kepada Calon untuk diteliti.
7.   Tanggal 08 Februari 2020: Penyampaian DPS dan DPTb yang sudah diteliti kepada Panitia.
8.   Tanggal 09 Februari 2020: Musyawarah Penetapan DPT.
9.   Tanggal 10 Februari 2020: Penetapan DPT
10. Tanggal 11 s.d 13 Februari 2020: Pengumuman DPT

Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada tayangan video berikut ini:


DPS, DPTb dan DPT yang sudah ditetapkan PPD agar dilaporkan kepada BPD dan Panitia Kabupaten.  Laporan dimaksud dikirim via Camat di wilayahnya masing-masing dan/atau melalui e-mail dengan alamat binaotdes.dpmdcjr@gmail.com.

Selamat bekerja dan tetap Semangat!!!

Wassalamualaikum wr wb.

6 comments:

Pembinaan bagi Anggota BPD Kecamatan Cibeber


PEMBINAAN BAGI ANGGOTA BPD SE KECAMATAN CIBEBER
Tanggal 23 Oktober 2019

Camat Cibeber Kabupaten Cianjur Bapak Ali Akbar, S.Kom., MAP dalam melaksanakaan fungsinya sebagai pembina dan pengawas Desa di wilayah kerja Kecamatan Cibeber mempunyai inisiatif dalam penataan  kelembagaan di Desa dengan pembinaan terhadap Ketua dan Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) hasil pemilihan Tahun 2019 se Kecamatan Cibeber berupa peningkatan kapasitas untuk meningkatkan pemahaman tentang tugas dan fungsi BPD.  Kegiatan ini dilaksanakan di Kantor Kecamatan Cibeber dan hadir sebagai Narasumber dari DPMD yaitu Asep Koswara, S.Pt., M.Si.  Adapun materi yang disampaikan sebagai bahan adalah sebagai berikut:
1. Memahami Tugas dan Fungsi BPD.
2. Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan sebagai landasan pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa Serentak di Kabupaten Cianjur Tahun 2020.
Sebagai Referensi bersama ini disampaikan Link Materi:


NOMOR UNDUH MATERI
1 MEMAHAMI TUGAS DAN FUNGSI BPD
2 MENAMPUNG DAN MENGELOLA ASPIRASI MASYARAKAT
3 MEMBAHAS DAN MENYEPAKATI RANCANGAN PERATURAN DESA
4 PENGAWASAN KINERJA KEPALA DESA
5 TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA
6 MEKANISME DAN TAHAPAN PILKADES SERENTAK
7 UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA
8 PERMENDAGRI NOMOR 110 TAHUN 2016 TENTANG BPD
9 PERMENDAGRI NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN KEPALA DESA
10 PERMENDAGRI 65 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN PERMENDAGRI 112 TAHUN 2014 TENTANG PILKADES
11 PERDA 4 TAHUN 2015 TENTANG DESA
12 PERDA 5 TAHUN 2015 TENTANG PILKADES
13 PERDA 11 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN PERDA NO 5 TAHUN 2015
14 PERBUP 41 TAHUN 2015 TENTANG JUKNIS PILKADES
15 PERBUP 79 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN BPD
16 PERBUP 42 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN PERBUP 41 TAHUN 2015

4 comments:

Pemekaran Desa

TATA CARA PEMEKARAN DESA
BERDASARKAN PERMENDAGRI NO. 1 TAHUN 2017

1.       Pemekaran Desa merupakan Lingkup Penataan Desa, secara teknis diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2017 tentang Penataan Desa.
2.       Bahwa Penataan Desa berupa:
a.    Pembentukan Desa;
b.   Penghapusan Desa; dan
c.    Perubahan status desa.
3.       Penataan Desa ditetapkan dengan Perda Kabupaten/Kota paling sedikit memuat:
a.    Nama Desa/Kelurahan lama dan baru;
b.   Nomor kode Desa/Kelurahan lama dan baru;
c.    Jumlah penduduk;
d.   Luas wilayah;
e.    Cakupan wilayah kerja Desa baru; dan
f.     Peta batas wilayah Desa/Kelurahan baru.
4.       Pembentukan Desa dapat berupa:
a.    Pemekaran dari 1 (satu) Desa menjadi 2 (dua) atau lebih;
b.   Penggabungan bagian Desa dari Desa yang bersanding menjadi 1 (satu) Desa; dan
c.    Penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa baru.
5.       Kewenangan Penataan Desa yaitu dilaksanakan oleh pemerintah Pusat (Kemendagri), Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
6.       Penataan Desa dilaksanakan berdasarkan hasil evaluasi perkembangan Desa sesuai ketentuan.
7.       Penataan Desa oleh Pemerintah Pusat (Kemendagri), Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bertujuan:
a.    Mewujudkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan Desa;
b.   Mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa;
c.    Mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik;
d.   Meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan Desa; dan
e.    Meningkatkan daya saing Desa.
8.       Pembentukan Desa merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa yang ada dengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa, asal usul, adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat Desa, serta kemampuan dan potensi Desa.
9.       Pembentukan Desa harus memenuhi syarat:
a.    Batas usia Desa induk paling sedikit 5 (lima) tahun terhitung sejak pembentukan;
b.   Jumlah penduduk wilayah Jawa paling sedikit 6.000 (enam ribu) jiwa atau 1.200 (seribu dua ratus) kepala keluarga;
c.    Wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antar wilayah;
d.   Sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat Desa;
e.    Memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumberdaya ekonomi pendukung;
f.     Batas wilayah Desa yang dinyatakan dalam bentuk peta Desa yang telah ditetapkan dalam Peraturan Bupati/Wali Kota;
g.    Sarana dan prasarana bagi pemerintahan Desa dan pelayanan publik; dan
h.   Tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya bagi perangkat pemerintah Desa sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
i.     Cakupan wilayah Desa terdiri atas dusun atau dengan sebutan lain.
10.    Tahapan dan proses pemekaran Desa:
a.    Pemerintah (Pusat, Provinsi, Kab/Kota) mensosialisasikan rencana pemekaran Desa kepada pemerintah Desa dan masyarakat Desa yang bersangkutan.
b.   Pemerintah Desa memfasilitasi dan mempersiapkan pelaksanaan musyawarah Desa.
c.    BPD menyelenggarakan musyawarah Desa sebagaimana dimaksud untuk mendapatkan kesepakatan pembentukan Desa melalui pemekaran.
d.   Hasil Musyawarah Desa dituangkan dalam Berita Acara dan dilengkapi dengan notulen Musyawarah Desa.
e.    Kepala Desa melaporkan berita acara hasil musyawarah desa dimaksud kepada Bupati/Wali Kota.
f.     Bupati membentuk Tim Pembentukan Desa Persiapan unuk melakukan kajian dan verifikasi persayaratan pembentukan Desa.
g.    Hasil kajian dan verifikasi persyaratan Desa persiapan oleh Tim Pembentukan Desa Persiapan dituangkan ke dalam bentuk rekomendasi yang menyatakan layak tidaknya dibentuk Desa persiapan;
h.   Rekomendasi yang menyatakan layak sebagaimana dimaksud huruf g menjadi bahan pertimbangan Bupati/Wali Kota untuk melakukan pemekaran Desa.
i.     Dalam hal Bupati/Wali Kota menyetujui pemekaran desa, Bupati/Wali Kota menetapkan dengan Peraturan Bupati/Wali Kota tentang Pembentukan Desa Persiapan;
j.     Bupati/walikota menyampaikan peraturan bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada huruf i kepada gubernur;
k.   Berdasarkan peraturan bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada huruf j, gubernur menerbitkan surat gubernur yang memuat kode register desa persiapan.
l.     Surat gubernur sebagaimana dimaksud dalam huruf k menjadi dasar bagi bupati/walikota untuk mengangkat penjabat Kepala Desa persiapan yang berasal dari unsur pegawai negeri sipil Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang memenuhi syarat.
m.  Penjabat Kepala Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada huruf l memiliki kewenangan melaksanakan persiapan pembentukan desa definitif;
n.   Penjabat Kepala Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggungjawab kepada bupati/walikota melalui Kepala Desa induknya.
o.    Penjabat Kepala Desa persiapan melaporkan perkembangan pelaksanaan desa persiapan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali kepada:
a.  Bupati/walikota melalui camat atau sebutan lain; dan
b.  KepalaDesa induk.
p.   Laporan penjabat Kepala Desa persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait dengan pelaksanaan tugas dalam pembentukan desa persiapan yang meliputi:
a.  penetapan batas wilayah desa sesuai dengan kaidah kartografis;
b.  pengelolaan anggaran operasional desa persipan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa induk;
c.  pembentukan struktur organisasi;
d.  pengangkatan perangkat desa;
e.  penyiapan fasilitas dasar bagi penduduk desa;
f.   pembangunan sarana dan prasarana pemerintahan desa;
g.  pendataan bidang kependudukan, potensi ekonomi, inventarisasi pertanahan serta pengembangan sarana ekonomi, pendidikan dan kesehatan; dan
h. pembukaan akses perhubungan antar-desa.
q.    Laporan sebagaimana dimaksud disampaikan oleh bupati/walikota kepada tim untuk dikaji dan diverifikasi.
r.    Tim dalam melakukan kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud terkait dengan laporan hasil pelaksanaan tugas penjabat Kepala Desa persiapan.
s.    Apabila hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud menyatakan desa persiapan layak menjadi desa, bupati/walikota menyusun rancangan Perda kabupaten/kota tentang pembentukan desa.
t.     Rancangan Perda kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dibahas dan disetujui bersama dengan DPRD kabupaten/kota.
u.   Apabila rancangan Perda kabupaten/kota sebagaimana dimaksud disetujui bersama oleh bupati/walikota dan DPRD kabupaten/kota, bupati/walikota menyampaikan rancangan Perda kabupaten/kota kepada gubernur untuk dievaluasi.
v.    Apabila hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud menyatakan desa persiapan tidak layak menjadi desa, desa persiapan dihapus dan wilayahnya kembali ke desa induk.
w.  Penghapusan dan pengembalian desa persiapan ke desa induk sebagaimana dimaksud diatur dengan peraturan bupati/walikota.

0 comments:

Materi Bimtek Pemerintahan Desa dan Pengelolaan Keuangan Desa

BIMBINGAN TEKNIS MANAJEMEN PEMERINTAHAN DESA
BAGI ANGGOTA BPD DAN APARATUR DESA SE KECAMATAN SINDANGBARANG
Sindangbarang, 30 September 2019


Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan wawasan bagi anggota BPD dan Aparatur Desa se Kecamatan Sindangbarang, melalui Badan Kerjasama Antar Desa Kecamatan Sindangbarang menyelenggarakan Bimbingan Teknis Manajemen Pemerintahan Desa dengan mengundang fasilitator/Narasumber dari DPMD Kabupaten Cianjur yaitu:
1. Asep Koswara, S.Pt., M.Si (materi: Manajemen Pemerintahan Desa)
2. Rella Nurela, S.STP., M.Si (materi: Pengelolaan Keuangan Desa)

Adapun materi yang disampaikan dapat diunduh link di bawah ini:

A. Manajemen Pemerintahan Desa


B. Pengelolaan Keuangan Desa




1 comments:

BAHAN MATERI ACARA
PELATIHAN ANGGOTA BADAN PERMUSYAWRATAN DESA (BPD) 
KABUPATEN CIANJUR

TANGGAL 19 DESEMBER 2019 

NOMOR UNDUH MATERI
1 MEMAHAMI TUGAS DAN FUNGSI BPD
2 MENAMPUNG DAN MENGELOLA ASPIRASI MASYARAKAT
3 MEMBAHAS DAN MENYEPAKATI RANCANGAN PERATURAN DESA
4 PENGAWASAN KINERJA KEPALA DESA
5 TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DI DESA
6 MEKANISME DAN TAHAPAN PILKADES SERENTAK
7 UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA
8 PERMENDAGRI NOMOR 110 TAHUN 2016 TENTANG BPD
9 PERMENDAGRI NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN KEPALA DESA
10 PERMENDAGRI 65 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN PERMENDAGRI 112 TAHUN 2014 TENTANG PILKADES
11 PERDA 4 TAHUN 2015 TENTANG DESA
12 PERDA 5 TAHUN 2015 TENTANG PILKADES
13 PERDA 11 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN PERDA NO 5 TAHUN 2015
14 PERBUP 41 TAHUN 2015 TENTANG JUKNIS PILKADES
15 PERBUP 79 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN BPD
16 PERBUP 42 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN PERBUP 41 TAHUN 2015
17 PENGAWASAN BPD
18 IMPLEMENTASI PERMENDAGRI 20 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Download Permendagri No. 111 Tahun 2014 Tentang Pedoman Peraturan di Desa (Lampiran)

SELAMAT BERTUGAS SEMOGA MEMBAWA KEBAROKAHAN!!!

MOHON SARAN DAN MASUKAN YANG MEMBANGUN DENGAN MENGISI KOMENTAR DI BAWAH!!!







2 comments:


KONSEP DAN SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA


A.    Pengertian, Tujuan dan Landasan Hukum Perencanaan Pembangunan Desa

1.      Mengapa Perlu Perencanaan Desa
Pasal 79 UU No6/2014 tentang Desa menegaskan bahwa Pemerintah Desa harus menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten/kota. Kemudian pasal 115 PP 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 6/2014 tentang Desa menyatakan Perencanaan pembangunan Desa menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dalam menyusun rancangan RPJM Desa, RKP Desa, dan daftar usulan RKP Desa.
Pentingnya desa memiliki perencanaan karena desa harus mengatur dan mengurus desa-nya sesuai dengan kewenangannya sebagai desa sebagai self governing community. Artinya, perencanaan desa akan semakin memperkuat hak dan kewenangan desa sekaligus mengoptimalkan sumber-sumber kekayaan desa (aset desa) sebagai kekuatan utama membangun desa. Desa tidak lagi selalu “menunggu perintah atasan” dalam menyelenggarakan urusan dirinya sendiri, ada keberanian dan kreativitas serta inovasi yang terumuskan dalam dokumen perencanaan yang legal di desa.
Dengan membangun mekanisme perencanaan desa yang didasarkan pada aspirasi dan partisipasi masyarakat yang ditetapkan dengan peraturan desa, mencerminkan keberpihakan negara terhadap hak-hak desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya pemenuhan hak-hak dasar masyarakat melalui kebijakan perencanaan desa bukan sekedar “pemanis kata” tetapi benar- benar menjadi kenyataan.
Potret suram masa lalu, yang didominasi oleh kebijakan perencanaan dan penganggaran top down dan sentralistik, telah terbukti menimbulkan sikap apriori dan apatis masyarakat terhadap proses penyelenggaraan Musyawarah perencanaan pembangunan,biasa disingkat Musrenbang yang berjenjang mulai dari tingkat desa sampai kabupaten. Bahkan,menjurus pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Ini terjadi karena forum Musyawarah perencanaan pembangunan desa dan out put dokumen yang dihasilkan hanya diposisikan sebagai input “pelengkap penderita” tanpa pernah diakomodasi lebih jauh oleh pemerintah supra-desa. Perencanaan desa yang sudah disepakati dalam bentuk Perdes ataupun Keputusan Kepala Desa seakan-akan tidak memiliki arti apapun. Musrenbang di masa lalu hanya sekedar agenda “seremonial dan rutinitas” untuk menghabiskan anggaran. Partisipasi masyarakat yang ditandai dengan tingkat kehadiran masyarakat bersifat “formalistik” belaka. Partisipasi yang seharusnya menumbuhkan saling sadar, kritis, berubah menjadi “mobilisasi” sebatas memenuhi tuntutan formalitas aturan dan citra “good governance”. Kondisi demikian tentu saja akanmempersulit pencapaian cita-cita besar membangun kemandirian desa. Disamping itu, setiap program pemberdayaan masyarakat (seperti PNPM, Pamsimas) juga memiliki siklus perencanaan sendiri yang tidak nyambung dengan perencanaan pada musyawarah perencanaan pembangunan regular. Namun demikian, pengalaman ini merupakan proses perencanaan masyarakat yang lebih komprehensif, banyak pembelajaran untuk memperbaiki sistem perencanaan selanjutnya.
Guna membangkitkan semangat partisipasi dan kesadaran kritis masyarakat, diperlukan keberanian dan inovasi daerah untuk menyusun peraturan yang mampu melindungi hak-hak masyarakat desa melalui mekanisme perencanaan dan penganggaran yang sinergis dan terintegrasi mulai dari desa sampai kabupaten. Menjadi penting kedepan, bagaimana menjadikan satu dokumen perencanaan untuk semua dan satu dokumen anggaran desa untuk semua. Perencanaan desa akan dipercaya oleh masyarakat ketika ada kepastian bahwa program dan kegiatan termaktub/ terakomodasi dalam kebijakan penganggaran, sehingga konsistensi antara perencanaan dan penganggaran dapat lebih terjamin. Hal tersebut menjadi landasan bagaimana UU Desa diimplementasikan kedepan.
Arie Sujito (Kompas 3 Januari 2013 – Pertaruhan RUU Desa), menuliskan tentang hal penting menyangkut UU Desa yaitu; 1) kejelasan kewenangan desa sebagai wujud pengakuan negara atas desa. UU Desa mengembalikan kewenangan desa secara lebih jelas. Pembangunan berorientasi pemberdyaaan, menempatkan masyarakat desa sebagai subyek. 2) Perencanaan dan penganggaran pembangunan serta redistribusi sumberdaya ke desa. Problem kemiskinan, ketimbangan social dan berbagai ketidakadilan sesungguhnya bersumber pada pola pembangunan yang tidak bertumpu pada partisipasi desa. Pembangunan selama ini hanya menempatkan desa sebagai lokasi dan menjadi model pembangunan di desa. Dalam UU Desa jelas akan mengimplementasikan paradigm “desa membangun” dimana substansinya bahwa desa sebagai subyek.
2.      Pengertian dan Prinsip
Menurut UU No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia (Pasal 1 ayat 1). Sedangkan perencanaan pembangunan adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan guna pemanfaatan dan pengalokasian sumberdaya yang ada dalam jangka waktu tertentu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sesuai ketentuan umum pasal 1, Permendagri 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa, menyatakanperencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah desa dengan melibatkan BPD dan unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai tujuan pembangunan desa.
Perencanaan pembangunan desa sebaiknya memperhatikan hakekat dan sifat desa yang tentu berbeda dengan otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan perwujudan asas desentralisasi. Sedangkan kemandirian desa berangkat dari asas rekognisi (pengakuan dan penghormatan) serta asas subsidiaritas (lokalisasi penggunaan kewenangan dan pengambilan keputusan atau bisa disebut sebagai penerapan kewenangan berskala lokal desa). Dengan kalimat lain, hakikat dan sifat kemandirian desa adalah kemandirian dari dalam dan kemandirian dari bawah. Sebagai contoh, selama ini desa bisa mengembangkan sumber daya lokal secara mandiri (misalnya mendirikan pasar desa, lumbung desa, pengadaan air bersih, dll.) tanpa harus dikontrol oleh regulasi dari atas.
Perencanaan pada dasarnya merupakan irisan antara pemerintahan dan pembangunan desa. Pemerintahan mencakup kewenangan, kelembagaan, perencanaan, dan penganggaran/keuangan.Perencanaan desa harus berangkat dari kewenangan desa. Perencanaan desa bukan sekadar membuat usulan yang disampaikan kepada pemerintah daerah, yang lebih penting perencanaan desa adalah keputusan politik yang diambil secara bersama oleh pemerintah desa dan masyarakat desa.
Tentang kewenangan desa yang menjadi dasar perencanaan desa kemudian dipertegas dalam pasal 34 PP 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 6/2014 tentang Desa yaitu;
1.      Kewenangan desa berdasarkan hak asal usul paling sedikit terdiri atas; sistem organisasi masyarakat adat; pembinaan kelembagaan masyarakat; pembinaan lembaga dan hukum adat; pengelolaan tanah kas Desa; dan pengembangan peran masyarakat Desa.
2.      Kewenangan lokal berskala desa paling sedikit terdiri atas kewenangan: pengelolaan tambatan perahu; pengelolaan pasar Desa; pengelolaan tempat pemandian umum; pengelolaan jaringan irigasi; pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat Desa; pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu; pengembangan dan pembinaan sanggar seni dan belajar; pengelolaan perpustakaan Desa dan taman bacaan; pengelolaan embung Desa; pengelolaan air minum berskala Desa; dan pembuatan jalan Desa antarpermukiman ke wilayah pertanian.
Kewenangan tersebut mengindikasikan bahwa rencana pembangunan desa tidak hanya bersifat fisik dan infrastruktur seperti yang terjadi selama ini, tetapi menyangkut juga pelayanan publik, ekonomi dan pengembangan kelembagaan serta pemberdayaan masyarakat dan desa.
Membuat perencanaan program dan kegiatan bukanlah mengumpulkan daftar keinginan masyarakat desa.Bukan pula sekadar membuat daftar usulan tanpa alasan yang logis mengapa kegiatan tersebut penting menjadi agenda program pembangunan desa. Karenanya penting bagi para perencana kebijakan pembangunan desa memperhatikan prinsip-prinsip perencanaan desa sebagai berikut;
1)          Belajar dari pengalaman dan menghargai perbedaan, yaitu bagaimana perencanaan desa dikembangkan dengan memetik pembelajaran terutama dari keberhasilan yang diraih. Dalam kehidupan antar masyarakat di desa tentu ada perbedaan sehingga penting untuk mengelola perbedaanmenjadi kekuatan yang saling mengisi.
2)          Berorientasi pada tujuan praktis dan strategis, yaitu rencana yang disusun harus dapat memberikan keuntungan dan manfaat langsung secara nyata bagi masyarakat. Rencana pembangunan desa juga harus membangun sistem yang mendukung perubahan sikap dan perilaku sebagai rangkaian perubahan sosial.
3)          Keberlanjutan, yaitu proses perencanaan harus mampu mendorong keberdayaan masyarakat. Perencanaan juga harus mampu mendorong keberlanjutan ketersediaan sumber daya lainnya.
4)          Penggalianinformasidesa dengan sumber utama dari masyarakat desa, yaitu bagaimana rencana pembangunan disusun mengacu pada hasil pemetaan apresiatif desa.
5)          Partisipatif dan demokratis, yaitu pelibatan masyarakat dari berbagai unsur di desa termasuk perempuan, kaum miskin, kaum muda, dan kelompok marjinal lainnya. Harus dipastikan agar mereka juga ikut serta dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan tidak semata karena suara terbanyak namun juga dengan analisis yang baik.
6)          Pemberdayaan dan kaderisasi, yaitu proses perencanaan harus menjamin upaya-upaya menguat-kan dan memberdayakan masyarakatterutama perempuan, kaum miskin, kaum muda, dan kelompok marjinal lainnya
7)          Berbasis kekuatan, yaitu landasan utama penyusunan rencana pembangunan desa adalah kekuatan yang dimiliki di desa. Dukungan pihak luar hanyalah stimulan untuk mendukung percepatannya.
8)          Keswadayaan, yaitu proses perencanaan harus mampu membangkitkan, menggerakkan, dan mengembangkan keswadayaan masyarakat.
9)          Keterbukaan dan pertanggungjawaban, yaitu proses perencanaan terbuka untuk diikuti oleh berbagai unsur masyarakat desa dan hasilnya dapat diketahui oleh masyarakat. Hal ini mendorong terbangunnya kepercayaan di semua tingkatan sehingga bisa dipertanggungjawabkan bersama.
3.      Kebijakan Pemerintah dan Landasan Hukum (Document and Regulation)
Sebelum Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa lahir, desa telah mengenal sistem perencanaan pembangunan partisipatif. Acuan atau landasan hukumnya waktu itu adalah UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kewajiban desa membuat perencanaan pembangunan dipertegas melalui PP No.72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa sebagai regulasi teknis turunan dari UU No.32 Tahun 2004 tersebut.
Secara khusus, pengaturan pelaksanaan musrenbang diatur dalam UU No.25 tahun 2004 tentang SPPN. Aturan teknisnya kemudian diatur di Permendagri No.66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Desa. Permendagri ini memuat petunjuk teknis penyelenggaraan Musrenbang untuk penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) 5 tahunan dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa) tahunan.
Pada praktiknya, meskipun desa telah diwajibkan membuat perencanaan, usulan program yang digagas masyarakat dan pemerintah desa jarang sekali terakomodir dalam kebijakan perencanaan pembangunan tingkat daerah. Tidak sedikit pemerintah desa yang mengeluh karena daftar usulan program prioritas dalam RKP Desa pada akhirnya terbengkelai menjadi daftar usulan saja. Meski telah berkali-kali diperjuangkan melalui forum musrenbang kecamatan, forum SKPD dan musrenbangkabupaten, usulan program prioritas dari desa itu pun harus kandas karena kuatnya kepentingan pihak di luar desa dalam mempengaruhi kebijakan pembangunan daerah. Pada akhirnya, kue APBD lebih banyak terserap untuk membiayai program-program daerah. Kalau toh ada proyek pembangunan di desa, desa hanya menjadi lokus proyek saja, bukan pelaksana apalagi penanggung jawab proyek.
Kelahiran UU No.6 Tahun 2014 berupaya menyempurnakan sistem perencanaan desa partisipatif sebelumnya. Berbeda dengan sistem perencanaan desa di bawah rezim UU No. 32 tahun 2004, UU No. 6 Tahun 2014 memberikan kewenangan kepada desa untuk mengurus rumah tangganya sendiri membuat perencanaan pembangunan sesuai dengan kewenanganya. Di sini, minimal ada dua kewenangan yaitu kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Selain itu, dengan perubahan masa kepemimpinan kepala desa dari lima tahun menjadi enam tahun, periode perencanaan pembangunan pun berubah dari lima tahunan menjadi enam tahunan.
Bahkan untuk menangkal praktik pasar proyek pembangunan di desa, UU No.6 tahun 2014 pada pasal 79 ayat (4) menegaskan bahwa Peraturan Desa tentang RPJM Desa dan RKP Desa sebagai produk (output) perencanaan menjadi satu-satunya dokumen perencanaan di desa. Pihak lain di luar pemerintah desa yang hendak menawarkan kerjasama ataupun memberikan bantuan program pembangunan harus mempedomani kedua produk perencanaan desa tersebut. Pasal tersebut menyimpan harapan bahwa di masa mendatang, desa tidak lagi menjadi obyek atau hanya menjadi lokasi proyek dari atas tapi menjadi subyek dan arena bagi orang desa menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan dan kemasyarakatan. Dengan kata lain, desa membangun bukan membangun desa.
Pada pasal 78 ayat (92) UU No.6 Tahun 2014 disebutkan bahwa pembangunan desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Pada tahap perencanaan, pasal 79 kemudian menjelaskan “pemerintah desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten/kota”. Lalu perencanaan apa saja yang termasuk dalam perencanaan pembangunan desa?.Pada pasal 79 ayat (2) kemudian menyebutkan ada dua yaitu;
a.        Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) untuk jangka waktu 6 tahun;
b.       Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa), merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu satu tahun.
RPJM Desa pada hakikatnya adalah rencana enam tahunan yang memuatvisi danmisi kepala desa terpilih yang dituangkan menjadi visi misi desa, sehingga warga dapat mengetahui arah kebijakan pembangunan desa, arah kebijakan keuangan desa, dan kebijakan umum desa. Sementara RKP Desa merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu satu tahun dan dibedakan antara 2 jenis kegiatan perencanaan; 1). Kegiatan yang akan didanai APB Desa, terutama berdasarkan kewenangan lokal skala desadan 2). Kegiatan yang tidak mampu dibiayai melalui APBDesa dan bukan merupakan kewenangan lokal skala desa seperti kegiatan yang mencakup kawasan perdesaan yang perlu diusulkan melalui mekanisme Musrenbang Kecamatan hingga kabupaten.
RKP Desa memuat informasi prioritas program, kegiatan, serta kebutuhan pembangunan desa yang didanai oleh APBDesa, swadaya masyarakat desa, dan/atau APBDKabupaten/kota. Dengan demikian RPJM Desa dan RKP Desa merupakan pra syarat dan pedoman bagi pemerintah dalam penyusunan APB Desa.
Tabel 1. Dua Jenis Perencanaan Desa

Jenis Perencanaan Desa
Nama Forum yang Membahasnya
Nama Dokumen/Keputusan yang Dihasilkan
Ditetapkan oleh Peraturan Hukum
Perencanaan enam tahunan desa
Musyawarah Desa RPJM Desa
Rencana Pembangunan jangka Menengah Desa (RPJM Desa)
Peraturan Desa (Perdes) tentang RPJM Desa
Perencanaan tahunan desa
Musyawarah Desa
Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa)
Peraturan Desa tentang RKP Desa
Sumber: Murtiono dan Wulandari (2014)

Kemudian, apa hubungannya antara RPJMD Kabupaten dengan RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa?. Sebagaimana telah diatur pada pasal 79 UU Desa, maka antara RPJM Desa dan RPJMD Kabupaten haruslah terkonsolidasi satu sama lain. Dalam arti RPJM Desa harus mengacu pada program prioritas dan visi misi daerah, RPJMD Kabupaten juga harus mau menjadikan RPJM Desa sebagai acuan penyusunan RPJMD. Sehingga akan dicapai arah kebijakan pembangunan yang saling mendukung, karena pendekatan dari bawah bertemu dengan arah kebijakan pembangunan yang diinisasi dari atas. Berikut ini skema hubungan antara RPJMD, RPJM Desa, RKP Desa dan APBDesa.



4.      Pelaku, Peran dan Tanggungjawab (Actors, Roles, and Resposibilities)

Siapa saja pelaku yang seharusnya berperan dan bertanggungjawab demi mendukung keberhasilan membuat perencanaan desa. Ada adagium yang menyatakan “perencanaan desa yang baik adalah setengah perjalanan keberhasilan desa mencapai visi dan misi desa”. Tapi, pada hakikatnya keberhasilan pembangunan tidak bisa semata-mata disandarkan pada pemerintah desa tapi juga elemen desa lainnya baik dari pelaku ekonomi desa ataupun warga desa pada umumnya (civil society) seperti masyarakat petani, buruh, ibu-ibu rumah tangga, keluarga buruh migran, perempuan dan laki-laki, apalagi yang miskin. Maka dari itu desa sebagai kesatuan masyarakat hukum, sudah selayaknya semua elemen di desa berpartisipasi dalam proses perencanaan pembangunan desa.
Pada hakikatnya pemerintah desa adalah pihak yang paling berkompeten dan bertanggung jawab menyelenggarakan forum-forum perencanaan pembangunan desa. Tapi bukan berarti tidak perlu terlibat di dalamnya. Pengikutsertaan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan desa diatur pada pasal 80 yang menyebutkan bahwa penyelenggaraan perencanaan pembangunan desa dalam bentuk musyawarah perencanaan pembangunan desa harus mengikutsertakan masyarakat desa. Lalu apa yang harus dipersiapkan pemerintah desa, dan apa pula yang sebaiknya diperankan masyarakat agar forum musyawarah perencanaan pembangunan desa sebagai alat untuk menggalang aspirasi benar-benar bermanfaat bagi arah kebijakan pembangunan desa?.
Beberapa hal yang perlu disiapkan oleh pemerintah diantaranya membentuk dan membuat Surat Keputusan untuk tim atau kelompok kerja perencanaan desa yang terdiri dari perwakilan pemerintah desa dan masyarakat, membuat jadual Musdes perencanaan, menginventarisasi calon peserta Musdes, hasil evaluasi pelaksanaan RPJM Desa dan RKP Desa tahun sebelumnya, membuat petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) Musdes Perencanaan, serta mengumpulkan bahan pendukung dari kabupaten seperti RPJMD serta pagu indikatif penerimaan desa yang bersumber dari Dana Desa (DD) maupun Alokasi Dana Desa (ADD).
Warga maupun organisasi sosial kemasyarakatan yang ada di desa seperti Karang Taruna, Kelompok Dasa Wisma yang biasanya kebanyakan perempuan, KelompokTani, Kelompok Wanita Tani, keluarga buruh migran sampai dengan kelompok masyarakat berkebutuhan khusus tentu harus menyambut gembira inisiatif pemerintah desa menyelenggarakan forum perencanaan pembangunan. Contohnya, melakukan pertemuan-pertemuan warga menjelang musyawarah perencanaan pembangunan untuk menyatukan persepsi dan aspirasi tentang kebutuhan prioritas bersama yang nantinya akan diusulkan menjadi program prioritas desa melalui forum musyawarah desa.


B.     Siklus Perencanaan Pembangunan Desa

1.      Tujuan dan Manfaat Penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa
Dalam rangka upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarka desa sesuai ketentuan umum Pasal 1 Permendagri 114 Tahun 2014, maka desa harus memiliki rencana pembangunan berjangka dan terukur. Sesuai Permendagri 114/2014 Pasal 4, Perencanaan pembangunan Desa disusun secara berjangka meliputi: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; danRencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan ditetapkan dengan Peraturan Desa. Kemudian diperkuat dalam Pasal 115 PP 43 tahun 2014 yang menyebutkan bahwa Perencanaan pembangunan desa menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dalam menyusun rancangan RPJM Desa, RKP Desa, dan daftar usulan RKP Desa.
Tujuan dan manfaat penyusunan RPJM desa dan RKP Desa seperti Kotak berikut:



KOTAK – 1


TUJUAN DAN MANFAAT PENYUSUNAN RPJM DESA:
§  Sebagai pedoman dalam menyusun RKP Desa, sehingga menjamin konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi
§  Mewujudkan perencanaan pembangunan yangsesuai kebutuhan dan keadaan setempat dan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas hidup masyarakat,
§  Menciptakan rasa memiliki dan tanggungjawab bersama terhadap program pembangunan,
§  Memelihara dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan (keberlanjutan),
§  Mendorong dan menumbuh kembangkan partisipasi dan keswadayaan dalam pembangunan
§  Sebagai ruang interaksi antara masyarakat dengan pemerintah supra desa.




KOTAK – 2


TUJUAN DAN MANFAAT PENYUSUNAN RKP DESA:
§  Dasar dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes),
§  Acuan dalam menyusun rencana operasional dan pelaksanaan pembangunan desa dalam 1 tahun,
§  Menciptakan rasa memiliki dan tanggungjawab bersama terhadap program pembangunan yang akan dijalankan dalam 1 tahun,
§  Sebagai bahan dalam melakukan evaluasi pelaksanaan pembangunan tahunan,
§  Sebagai ruang pembelajaran bersama warga dan Pemerintahan Desa.
§  Memastikan bahwa desa.
§  Memastikan bahwa dana desa yang direncanakan dan digunakan bermanfaat untuk pembagunan desa.






2.      Siklus dan Jadwal Penyusunan RJM Desa dan RKP Desa
Sesuai dengan UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa dan PP No.43 tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No.6 tahun 2014 tentang Desa siklus perencanaan desa dilaksanakan mulai bulan Juni tahun sebelumnya. Sebagaimana telah dijelaskan, siklus perencanaan dimulai dengan penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa. Kegiatan pembuatan RPJM Desa dan RKP Desa tersebut harus selesai sebelum bulan Oktober. Kemudian bulan Oktober hingga Desember adalah saatnya bagi pemerintah desa mengembangkan kedua dokumen kebijakan tersebut menjadi dokumen APB Desa. Untuk pelaksanaan APB Desa, dalam arti pembelanjaan anggaran pembangunan dilakukan mulai bulan Januari hingga Desember yang sering disebut sebagai tahun anggaran. Terakhir, sudah barang tentu pelaporan atas pelaksanaan APB Desa dilakukan setiap semester yaitu pada bulan Juli dan Januari. Kesepakatan-kesepakatan masyarakat desa yang disusun dalam perencanaan pembangunan desa harus disusun berdasarkan siklus waktu tersebut.
Pasal 114 PP No 43/2014 menyebutkan bahwa perencanaan pembangunan desa disusun berdasarkan hasil kesepakatan dalam musyawarah Desa yang dilaksanakan paling lambat pada bulan Juni tahun anggaran berjalan. SedangkanPasal 116menyebutkan bahwa dalam menyusun RPJM Desa dan RKP Desa, Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan desa secara partisipatif yang diikuti oleh BPDdan unsur masyarakat desa.Rancangan RPJM Desa dan rancangan RKP Desa dibahas dalam musyawarah desa perencanaan pembangunan.
Adapun siklus perencanaan pembangunan desa seperti bagan berikut:
         











RPJM Desa disusun dengan mempertimbangkan kondisi objektif Desa dan prioritas pembangunan kabupaten/kota dan ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan kepala Desa.
RKP Desa disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. RKP Desa mulai disusun oleh Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan dan ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun berjalan. Kemudian RKP Desa akan menjadi dasar penetapan APB Desa.
Pasal 119 Permendagri 114 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa menyatakan bahwa Pemerintah Desa dapat mengusulkan kebutuhan pembangunan desa kepada pemerintah daerah kabupaten/kota.Usulan kebutuhan pembangunan desa tersebut harus mendapatkan persetujuan bupati/walikota. Usulan tersebut harus dihasilkan dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa. Jika Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota menyetujui usulan tersebut, maka akan dimuat dalam RKP Desa tahun berikutnya.
Berdasarkan kewenangan desa yang cukup luas, maka pasal 120 Permendgari 114/2014 memberi kesempatan bahwa RPJM Desa dan/atau RKP Desa dapat diubah. Perubahan RPJM Desa dan RKP Desa dilakukan dalam hal:
a.       Terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
b.      Terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
Perubahan RPJM Desa dan/atau RKP Desa tersebut dibahas dan disepakati dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa dan selanjutnya ditetapkan dengan peraturan Desa.
3.      Mekanisme Perencanaan Pembangunan Desa
Sesuai Permendagri 114 Tahun 2014, tahapan penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa secara singkat dilakukan dalam tiga tahapan besar yaitu;
1)      Persiapan. Pada tahapan ini pemerintah desa menyelenggarakan sosialisasi kepada masyarakat tentang perencanaan desa dan membentuk tim atau pokja perencanaan desa. Sosialisasi adalah upaya pemerintah desa menyampaikan informasi, pemahaman kepada masyarakat serta menghimpun respon balik dari masyarakat atas rencana kegiatan yang akan dilaksanakan atau terhadap peristiwa yang sedang, akan terjadi terkait dengan rencana Penyusunan Rencana Pembangunan Desa.
2)        Musyawarah Dusun. Tahapan ini adalah tahapan musyawarah antarwarga di tingkat wilayah teritorial terkecil desa yaitu dusun. Di Aceh sebutan dusun atau dukuh dikenal dengan nama Jurong, sedangkan di Ambon atau Maluku pada umumnya disebut soa. Musdus diharapkan dapat menghasilkan daftar potensi aset dan assesment permasalahan dasar masyarakat di masing-masing dusun, sehingga nantinya akan diperoleh potret potensi dan masalah yang berbeda antardusun. Potret asimetris tersebut pada akhirnya akan menentukan kebutuhan prioritas program serta pilihan intervensi program yang tepat diterapkan di masing-masing dusun. Jika memungkinkan, dimana dari segi waktu dan dukungan logistik mencukupi, sebelum kegiatan musdus, musyawarah dalam rangka penggalian masalah prioritas masyarakat bisa dimulai dari tingkat Rukun Tangga (RW). Lalu, hasilnya di bawa ke forum Musdus tersebut.
3)      Musyawarah Desa. Hasil musdus sangat mungkin mencerminkan gambaran kebutuhan, permasalahan serta agenda prioritas pembangunan yang diusulkan masyarakat, mengingat pada umumnya karakter geografis, demografis maupun sosilogis antardusun berbeda. Dusun yang kondisi kehidupan masyarakatnya banyak yang putus sekolah tentu memiliki permasalahan dan harapan yang berbeda dengan dusun yang banyak penduduknya bersekolah secara berkelanjutan. Dusun yang terletak di pegunungan pasti memiliki kebutuhan infrastruktur yang berbeda dengan dusun yang berada di dataran rendah.
Karena itu, forum musyawarah desa menjadi penting. Musdes diselenggarakan oleh BPD yang melibatkan seluruh komponen masyarakat, termasuk kaum miskin dan perempuan. Forum ini berperan strategis menjadi ruang bagi masyarakat untuk mengelompokan (clustering) kebutuhan dan masalah yang dihadapi warga, melakukan perankingan ataupun menemukan permufakatan atas agenda-agenda prioritas yang nantinya akan didahulukan sebagai agenda prioritas pembangunan desa. Musyawarah Desa diharapkan bisa menghasilkan rumusan prioritas berdasarkan potensi aset dan masalah dasar, visi dan misi desa serta arah kebijakan pembangunan, serta kebijakan keuangan desa. Hasil kesepakatan musyawarah desa menjadi pedoman bagi pemerintah Desa dalam menyusun RPJM Desa. Secara khusus mekanisme dan proses Musyawarah Desa Perencanaan Pembangunan dibahas materi teknis penyusunan RPJMD dan RKPDesai.
4.      Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa
Sesuai pasal 25 Permendagri 114 Tahun 2014, musyawarah perencanaan pembangunan desa diadakan untuk membahas dan menyepakati rancangan RPJM Desa dan diselenggarakan oleh Kepala Desa. Musyawarah diikuti oleh Pemerintah Desa, BPDdan unsur masyarakat yaitu terdiri dari: tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, perwakilan kelompok tani, perwakilan kelompok nelayan, perwakilan kelompok perajin, perwakilan kelompok perempuan, perwakilan kelompok pemerhati dan pelindungan anak, perwakilan kelompok masyarakat miskin dan unsur masyarakat lain sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Hasil kesepakatan musyawarah perencanaan pembangunan Desa, dituangkan dalam berita acara.
Beberapa agenda penting yang dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa RPJM Desa, diantaranya;
Pertama, pembahasan visi dan misi desa. Menentukan visi dan misi desa bukanlah hal yang mudah. Mengapa?, karena pada hakikatnya menyatukan imajinasi cita-cita dan harapan dari Kepala Desa terpilih dengan warganya. Karenanya dibutuhkan kecakapan khusus, bagi seorang fasilitator untuk meramu perbedaan cita dan harapan tersebut yang semula bersifat individualistik menjadi visi dan misi yang bersifat kolektif.
Kedua, Pembahasan matrik kegiatan enam tahunan termasuk memisahkan usulan program berskala desa dan skala kabupaten. Penguasaan perangkat desa dan warga tentang jenis kewenangan yang dimiliki desa akan turut menentukan skala prioritas antarprogram sekaligus membantu memudahkan menemukan darimana sumber dana yang dibutuhkan nanti. Program yang berkait dengan kewenangan lokal berskala desa tentu tidak perlu diajukan menjadi program desa yang didanai APBD, cukuplah didanai dengan APB Desa. Disisi lain, Pemerintah Desa dan Tim Penyusun RPJM Desa juga harus memahami proporsi jumlah anggaran untuk belanja desa yang ditetapkan dalam APBDesa. Pasal 100 PP 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 6 Tahun 2014 menyebutkan tentangbelanja desa yang ditetapkan dalam APB Desa digunakan dengan ketentuan:paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja desa digunakan untuk:penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa dan perangkat desa; operasional Pemerintah Desa; tunjangan dan operasional BPD; daninsentif rukun tetangga dan rukun warga.
Ketiga, pembahasan draft Raperdes. Sebagaimana diatur pada pasal 79 ayat (3) UU Desa, maka arah kebijakan pembangunan desa yang telah dirumuskan dalam bentuk dokumen RPJM Desa harus ditetapkan dengan Peraturan Desa. Dengan demikian memiliki kekuatan hukum yang mengikat bagi pemerintah untuk melaksanakannya. Karena itu, forum musyawarah perencanaan pembangunan desa ini hendaknya benar-benar dimanfaatkan untuk membahasan rancangan Perdes tersebut, sehingga masyarakat berkesempatan membahasnya.
Keempat, penandatanganan berita acara. Kesepakatan ataupun permufakatan yang tercapai dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan desa diutamakan untuk diberitaacarakan, sehingga memiliki kekuatan hukum. Jika sudah berkekuatan hukum, maka pemerintah desa atau pihak lainnya tidak bisa merubah seenaknya sendiri.
Kelima, memilih delegasi desa, masyarakat ataupun kelompok kepentingan sektoral yang nantinya akan menjadi utusan desa dalam forum musrenbang di tingkat kecamatan. Delegasi inilah yang nantinya akan melanjutkan usulan masyarakat yang muncul dalam menjadi agenda prioritas desa, namun skalanya adalah skala kabupaten. Karena sumber pendanaannya dari APBD atau bahkan APBN, maka usulan tersebut harus disampaikan kepada pemerintah kabupaten.

5.      Penetapan dan Perubahan RPJM Desa
Jika hasil musyawarah perencanaan pembangunan desa ada input dan masukan, maka Kepala Desa mengarahkan Tim penyusun RPJM Desa melakukan perbaikan dokumen rancangan RPJM Desa.
Sesuai Permendagri Pasal 28, Kepala Desa dapat mengubah RPJM Desa dalam hal:
a.       terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
b.      terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
Perubahan RPJM Desa, dibahas dan disepakati dalam musyawarah perencanaan pembangunan Desa dan selanjutnya kepala desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang RPJMD,  RPJM Desa tersebut menjadi lampiran rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa. Rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa  dibahas dan disepakati bersama oleh kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk ditetapkan oleh kepala desa menjadi Peraturan Desa tentang RPJM Desa.

C.    Pengertian,  Mekanisme dan Hasil  Monitoring Perencanaan Pembangunan Desa

1.      Pengertian dan Pentingnya Masyarakat Melakukan Monitoring Perencanaan Pembangunan Desa

Kegiatan yang sering terlupa setelah atau bahkan suatu kegiatan berlangsung adalah memonitor dan mengevaluasi kegiatan tersebut. Kebanyakan dari kita lebih cepat puas dan bangga ketika kegiatan sudah berjalan ataupun sudah terlaksana. Tapi tidak mengetahui apakah target atau substansi tujuan dari kegiatan tersebut tercapai atau tidak. Karena itu tim perencana desa hendaknya mengoptimalkan fungsi baik sebagai penyelenggara kegiatan ataupun sebagai pelaku yang memonitor dan mengevaluasi atas kegiatan yang dilaksanakan.
Monitoring ini juga memungkinkan untuk melibatkan masyarakat dan menjadi bagian dalam proses pemberdayaan masyarakat desa sesuai Pasal 84 Permendagri 114 tahun 2014 bahwa Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa. Artinya bahwa Pemberdayaan masyarakat, dilakukan melalui pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat Desa. Secara mandiri masyarakat dan Pemerintah Desa harus mengembangkan proses monitoring dalam rangka memantau target dan berbagi perubahan yang sudah terjadi di masyarakat.




2.      Mekansime Monitoring dalam Siklus Perencanaan Pembangunan Desa

Pemantauan pembangunan Desa oleh masyarakat Desa dilakukan pada tahapan perencanaan pembangunan Desa dan tahapan pelaksanaan pembangunan Desa.
Pemantauan tahapan perencanaan, dilakukan dengan cara menilai penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa, Pemantauan perencanaan pembangunan desa menggunakan Form -1 tentang Pemantauan Perencanaan Pembangunan Desa.
Pemantauan tahapan pelaksanaan, dilakukan dengan cara menilai antara lain: pengadaan barang dan/atau jasa, pengadaan bahan/material, pengadaan tenaga kerja, pengelolaan administrasi keuangan, pengiriman bahan/material, pembayaran upah, dan kualitas hasil kegiatan pembangunan Desa.
Bupati/walikota melakukan pemantauan dan pengawasan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa dengan cara:
a.           memantau dan mengawasi jadwal perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Desa;
b.          menerima, mempelajari dan memberikan umpan balik terhadap laporan realisasi pelaksanaan APB Desa;
c.           mengevaluasi perkembangan dan kemajuan kegiatan perencanaan pembangunan Desa; dan
d.          memberikan pembimbingan teknis kepada pemerintah Desa.
Jika terjadi keterlambatan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa, sebagai akibat ketidakmampuan dan/atau kelalaian pemerintah Desa, bupati/walikota akan:
a.           menerbitkan surat peringatan kepada kepala desa;
b.          membina dan mendampingi pemerintah desa dalam hal mempercepat perencanaan pembangunan desa untuk memastikan APB Desa ditetapkan 31 Desember tahun berjalan;
c.           membina dan mendampingi pemerintah desa dalam hal mempercepat pelaksanaan pembangunan desa untuk memastikan penyerapan APB Desa sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 78 Permendagri 114 Tahun 2014 memberi ruang tentang pengaduan dan penyelesaian masalah. Kepala Desa mengoordinasikan penanganan pengaduan masyarakat dan penyelesaian masalah dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan desa.Koordinasi penanganan pengaduan masyarakat dan penyelesaian masalah, meliputi kegiatan:
§  penyediaan kotak pengaduan masyarakat;
§  pencermatan masalah yang termuat dalam pengaduan masyarakat;
§  penetapan status masalah; dan
§  penyelesaian masalah dan penetapan status penyelesaian masalah.




Penanganan pengaduan dan penyelesaian masalah berdasarkan ketentuan:
§  menjaga kerahasiaan identitas pelapor;
§  mengutamakan penyelesaian masalah di tingkat pelaksana kegiatan;
§  menginformasikan kepada masyarakat desa perkembangan penyelesaian masalah;
§  melibatkan masyarakat desa dalam menyelesaikan masalah; dan
§  mengadministrasikan bukti pengaduan dan penyelesaian masalah.

Penyelesaian masalah dilakukansecara mandiri oleh desa berdasarkan kearifan lokal dan pengarusutamaan perdamaian melalui musyawarah desa. Jika musyawarah desa menyepakati masalah dinyatakan selesai, hasil kesepakatan dituangkan dalam berita acara musyawarah desa.
3.      Hasil Monitoring

Hasil pengawasan dan pemantauan pembangunan desa, menjadi dasar pembahasan musyawarah desa dalam rangka pelaksanaan pembangunan desa. Hasil pemantauan tersebut, dituangkan dalam format hasil pemantauan pembangunan desa. Jika hal tersebut tetap berjalan, maka siklus pembangunan desa akan berjalan baik karena pembelajaran dan pengalaman pengelolaan program maupun visi yang harus diusung bersama masyarakat desa secara kolektif.



























Form-1

Format Pemantauan Perencanaan Pembangunan Desa


PEMANTAUAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

Tanggal     : …………………………………
Desa           : …………………………………             Kabupaten/Kota      : …………………………………
Kecamatan                                                                       : …………………………………         Provinsi  : …………………………………

No.
Kegiatan/ Dokumen yang dipantau
Dilaksanakan/ Ada dokumen
Tidak dilaksanakan/ tidak ada dokumen
Keterangan (penjelasan bila tidak dilaksanakan)
1
Data rencana program dan kegiatan pembangunan yang akan masuk ke Desa



2
Pendataan po

KONSEP DAN SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA


A.    Pengertian, Tujuan dan Landasan Hukum Perencanaan Pembangunan Desa

1.      Mengapa Perlu Perencanaan Desa
Pasal 79 UU No6/2014 tentang Desa menegaskan bahwa Pemerintah Desa harus menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten/kota. Kemudian pasal 115 PP 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 6/2014 tentang Desa menyatakan Perencanaan pembangunan Desa menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dalam menyusun rancangan RPJM Desa, RKP Desa, dan daftar usulan RKP Desa.
Pentingnya desa memiliki perencanaan karena desa harus mengatur dan mengurus desa-nya sesuai dengan kewenangannya sebagai desa sebagai self governing community. Artinya, perencanaan desa akan semakin memperkuat hak dan kewenangan desa sekaligus mengoptimalkan sumber-sumber kekayaan desa (aset desa) sebagai kekuatan utama membangun desa. Desa tidak lagi selalu “menunggu perintah atasan” dalam menyelenggarakan urusan dirinya sendiri, ada keberanian dan kreativitas serta inovasi yang terumuskan dalam dokumen perencanaan yang legal di desa.
Dengan membangun mekanisme perencanaan desa yang didasarkan pada aspirasi dan partisipasi masyarakat yang ditetapkan dengan peraturan desa, mencerminkan keberpihakan negara terhadap hak-hak desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya pemenuhan hak-hak dasar masyarakat melalui kebijakan perencanaan desa bukan sekedar “pemanis kata” tetapi benar- benar menjadi kenyataan.
Potret suram masa lalu, yang didominasi oleh kebijakan perencanaan dan penganggaran top down dan sentralistik, telah terbukti menimbulkan sikap apriori dan apatis masyarakat terhadap proses penyelenggaraan Musyawarah perencanaan pembangunan,biasa disingkat Musrenbang yang berjenjang mulai dari tingkat desa sampai kabupaten. Bahkan,menjurus pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Ini terjadi karena forum Musyawarah perencanaan pembangunan desa dan out put dokumen yang dihasilkan hanya diposisikan sebagai input “pelengkap penderita” tanpa pernah diakomodasi lebih jauh oleh pemerintah supra-desa. Perencanaan desa yang sudah disepakati dalam bentuk Perdes ataupun Keputusan Kepala Desa seakan-akan tidak memiliki arti apapun. Musrenbang di masa lalu hanya sekedar agenda “seremonial dan rutinitas” untuk menghabiskan anggaran. Partisipasi masyarakat yang ditandai dengan tingkat kehadiran masyarakat bersifat “formalistik” belaka. Partisipasi yang seharusnya menumbuhkan saling sadar, kritis, berubah menjadi “mobilisasi” sebatas memenuhi tuntutan formalitas aturan dan citra “good governance”. Kondisi demikian tentu saja akanmempersulit pencapaian cita-cita besar membangun kemandirian desa. Disamping itu, setiap program pemberdayaan masyarakat (seperti PNPM, Pamsimas) juga memiliki siklus perencanaan sendiri yang tidak nyambung dengan perencanaan pada musyawarah perencanaan pembangunan regular. Namun demikian, pengalaman ini merupakan proses perencanaan masyarakat yang lebih komprehensif, banyak pembelajaran untuk memperbaiki sistem perencanaan selanjutnya.
Guna membangkitkan semangat partisipasi dan kesadaran kritis masyarakat, diperlukan keberanian dan inovasi daerah untuk menyusun peraturan yang mampu melindungi hak-hak masyarakat desa melalui mekanisme perencanaan dan penganggaran yang sinergis dan terintegrasi mulai dari desa sampai kabupaten. Menjadi penting kedepan, bagaimana menjadikan satu dokumen perencanaan untuk semua dan satu dokumen anggaran desa untuk semua. Perencanaan desa akan dipercaya oleh masyarakat ketika ada kepastian bahwa program dan kegiatan termaktub/ terakomodasi dalam kebijakan penganggaran, sehingga konsistensi antara perencanaan dan penganggaran dapat lebih terjamin. Hal tersebut menjadi landasan bagaimana UU Desa diimplementasikan kedepan.
Arie Sujito (Kompas 3 Januari 2013 – Pertaruhan RUU Desa), menuliskan tentang hal penting menyangkut UU Desa yaitu; 1) kejelasan kewenangan desa sebagai wujud pengakuan negara atas desa. UU Desa mengembalikan kewenangan desa secara lebih jelas. Pembangunan berorientasi pemberdyaaan, menempatkan masyarakat desa sebagai subyek. 2) Perencanaan dan penganggaran pembangunan serta redistribusi sumberdaya ke desa. Problem kemiskinan, ketimbangan social dan berbagai ketidakadilan sesungguhnya bersumber pada pola pembangunan yang tidak bertumpu pada partisipasi desa. Pembangunan selama ini hanya menempatkan desa sebagai lokasi dan menjadi model pembangunan di desa. Dalam UU Desa jelas akan mengimplementasikan paradigm “desa membangun” dimana substansinya bahwa desa sebagai subyek.
2.      Pengertian dan Prinsip
Menurut UU No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia (Pasal 1 ayat 1). Sedangkan perencanaan pembangunan adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan guna pemanfaatan dan pengalokasian sumberdaya yang ada dalam jangka waktu tertentu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sesuai ketentuan umum pasal 1, Permendagri 114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa, menyatakanperencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah desa dengan melibatkan BPD dan unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai tujuan pembangunan desa.
Perencanaan pembangunan desa sebaiknya memperhatikan hakekat dan sifat desa yang tentu berbeda dengan otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan perwujudan asas desentralisasi. Sedangkan kemandirian desa berangkat dari asas rekognisi (pengakuan dan penghormatan) serta asas subsidiaritas (lokalisasi penggunaan kewenangan dan pengambilan keputusan atau bisa disebut sebagai penerapan kewenangan berskala lokal desa). Dengan kalimat lain, hakikat dan sifat kemandirian desa adalah kemandirian dari dalam dan kemandirian dari bawah. Sebagai contoh, selama ini desa bisa mengembangkan sumber daya lokal secara mandiri (misalnya mendirikan pasar desa, lumbung desa, pengadaan air bersih, dll.) tanpa harus dikontrol oleh regulasi dari atas.
Perencanaan pada dasarnya merupakan irisan antara pemerintahan dan pembangunan desa. Pemerintahan mencakup kewenangan, kelembagaan, perencanaan, dan penganggaran/keuangan.Perencanaan desa harus berangkat dari kewenangan desa. Perencanaan desa bukan sekadar membuat usulan yang disampaikan kepada pemerintah daerah, yang lebih penting perencanaan desa adalah keputusan politik yang diambil secara bersama oleh pemerintah desa dan masyarakat desa.
Tentang kewenangan desa yang menjadi dasar perencanaan desa kemudian dipertegas dalam pasal 34 PP 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 6/2014 tentang Desa yaitu;
1.      Kewenangan desa berdasarkan hak asal usul paling sedikit terdiri atas; sistem organisasi masyarakat adat; pembinaan kelembagaan masyarakat; pembinaan lembaga dan hukum adat; pengelolaan tanah kas Desa; dan pengembangan peran masyarakat Desa.
2.      Kewenangan lokal berskala desa paling sedikit terdiri atas kewenangan: pengelolaan tambatan perahu; pengelolaan pasar Desa; pengelolaan tempat pemandian umum; pengelolaan jaringan irigasi; pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat Desa; pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu; pengembangan dan pembinaan sanggar seni dan belajar; pengelolaan perpustakaan Desa dan taman bacaan; pengelolaan embung Desa; pengelolaan air minum berskala Desa; dan pembuatan jalan Desa antarpermukiman ke wilayah pertanian.
Kewenangan tersebut mengindikasikan bahwa rencana pembangunan desa tidak hanya bersifat fisik dan infrastruktur seperti yang terjadi selama ini, tetapi menyangkut juga pelayanan publik, ekonomi dan pengembangan kelembagaan serta pemberdayaan masyarakat dan desa.
Membuat perencanaan program dan kegiatan bukanlah mengumpulkan daftar keinginan masyarakat desa.Bukan pula sekadar membuat daftar usulan tanpa alasan yang logis mengapa kegiatan tersebut penting menjadi agenda program pembangunan desa. Karenanya penting bagi para perencana kebijakan pembangunan desa memperhatikan prinsip-prinsip perencanaan desa sebagai berikut;
1)          Belajar dari pengalaman dan menghargai perbedaan, yaitu bagaimana perencanaan desa dikembangkan dengan memetik pembelajaran terutama dari keberhasilan yang diraih. Dalam kehidupan antar masyarakat di desa tentu ada perbedaan sehingga penting untuk mengelola perbedaanmenjadi kekuatan yang saling mengisi.
2)          Berorientasi pada tujuan praktis dan strategis, yaitu rencana yang disusun harus dapat memberikan keuntungan dan manfaat langsung secara nyata bagi masyarakat. Rencana pembangunan desa juga harus membangun sistem yang mendukung perubahan sikap dan perilaku sebagai rangkaian perubahan sosial.
3)          Keberlanjutan, yaitu proses perencanaan harus mampu mendorong keberdayaan masyarakat. Perencanaan juga harus mampu mendorong keberlanjutan ketersediaan sumber daya lainnya.
4)          Penggalianinformasidesa dengan sumber utama dari masyarakat desa, yaitu bagaimana rencana pembangunan disusun mengacu pada hasil pemetaan apresiatif desa.
5)          Partisipatif dan demokratis, yaitu pelibatan masyarakat dari berbagai unsur di desa termasuk perempuan, kaum miskin, kaum muda, dan kelompok marjinal lainnya. Harus dipastikan agar mereka juga ikut serta dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan tidak semata karena suara terbanyak namun juga dengan analisis yang baik.
6)          Pemberdayaan dan kaderisasi, yaitu proses perencanaan harus menjamin upaya-upaya menguat-kan dan memberdayakan masyarakatterutama perempuan, kaum miskin, kaum muda, dan kelompok marjinal lainnya
7)          Berbasis kekuatan, yaitu landasan utama penyusunan rencana pembangunan desa adalah kekuatan yang dimiliki di desa. Dukungan pihak luar hanyalah stimulan untuk mendukung percepatannya.
8)          Keswadayaan, yaitu proses perencanaan harus mampu membangkitkan, menggerakkan, dan mengembangkan keswadayaan masyarakat.
9)          Keterbukaan dan pertanggungjawaban, yaitu proses perencanaan terbuka untuk diikuti oleh berbagai unsur masyarakat desa dan hasilnya dapat diketahui oleh masyarakat. Hal ini mendorong terbangunnya kepercayaan di semua tingkatan sehingga bisa dipertanggungjawabkan bersama.
3.      Kebijakan Pemerintah dan Landasan Hukum (Document and Regulation)
Sebelum Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa lahir, desa telah mengenal sistem perencanaan pembangunan partisipatif. Acuan atau landasan hukumnya waktu itu adalah UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kewajiban desa membuat perencanaan pembangunan dipertegas melalui PP No.72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa sebagai regulasi teknis turunan dari UU No.32 Tahun 2004 tersebut.
Secara khusus, pengaturan pelaksanaan musrenbang diatur dalam UU No.25 tahun 2004 tentang SPPN. Aturan teknisnya kemudian diatur di Permendagri No.66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Desa. Permendagri ini memuat petunjuk teknis penyelenggaraan Musrenbang untuk penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) 5 tahunan dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa) tahunan.
Pada praktiknya, meskipun desa telah diwajibkan membuat perencanaan, usulan program yang digagas masyarakat dan pemerintah desa jarang sekali terakomodir dalam kebijakan perencanaan pembangunan tingkat daerah. Tidak sedikit pemerintah desa yang mengeluh karena daftar usulan program prioritas dalam RKP Desa pada akhirnya terbengkelai menjadi daftar usulan saja. Meski telah berkali-kali diperjuangkan melalui forum musrenbang kecamatan, forum SKPD dan musrenbangkabupaten, usulan program prioritas dari desa itu pun harus kandas karena kuatnya kepentingan pihak di luar desa dalam mempengaruhi kebijakan pembangunan daerah. Pada akhirnya, kue APBD lebih banyak terserap untuk membiayai program-program daerah. Kalau toh ada proyek pembangunan di desa, desa hanya menjadi lokus proyek saja, bukan pelaksana apalagi penanggung jawab proyek.
Kelahiran UU No.6 Tahun 2014 berupaya menyempurnakan sistem perencanaan desa partisipatif sebelumnya. Berbeda dengan sistem perencanaan desa di bawah rezim UU No. 32 tahun 2004, UU No. 6 Tahun 2014 memberikan kewenangan kepada desa untuk mengurus rumah tangganya sendiri membuat perencanaan pembangunan sesuai dengan kewenanganya. Di sini, minimal ada dua kewenangan yaitu kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Selain itu, dengan perubahan masa kepemimpinan kepala desa dari lima tahun menjadi enam tahun, periode perencanaan pembangunan pun berubah dari lima tahunan menjadi enam tahunan.
Bahkan untuk menangkal praktik pasar proyek pembangunan di desa, UU No.6 tahun 2014 pada pasal 79 ayat (4) menegaskan bahwa Peraturan Desa tentang RPJM Desa dan RKP Desa sebagai produk (output) perencanaan menjadi satu-satunya dokumen perencanaan di desa. Pihak lain di luar pemerintah desa yang hendak menawarkan kerjasama ataupun memberikan bantuan program pembangunan harus mempedomani kedua produk perencanaan desa tersebut. Pasal tersebut menyimpan harapan bahwa di masa mendatang, desa tidak lagi menjadi obyek atau hanya menjadi lokasi proyek dari atas tapi menjadi subyek dan arena bagi orang desa menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan dan kemasyarakatan. Dengan kata lain, desa membangun bukan membangun desa.
Pada pasal 78 ayat (92) UU No.6 Tahun 2014 disebutkan bahwa pembangunan desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Pada tahap perencanaan, pasal 79 kemudian menjelaskan “pemerintah desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten/kota”. Lalu perencanaan apa saja yang termasuk dalam perencanaan pembangunan desa?.Pada pasal 79 ayat (2) kemudian menyebutkan ada dua yaitu;
a.        Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) untuk jangka waktu 6 tahun;
b.       Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa), merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu satu tahun.
RPJM Desa pada hakikatnya adalah rencana enam tahunan yang memuatvisi danmisi kepala desa terpilih yang dituangkan menjadi visi misi desa, sehingga warga dapat mengetahui arah kebijakan pembangunan desa, arah kebijakan keuangan desa, dan kebijakan umum desa. Sementara RKP Desa merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu satu tahun dan dibedakan antara 2 jenis kegiatan perencanaan; 1). Kegiatan yang akan didanai APB Desa, terutama berdasarkan kewenangan lokal skala desadan 2). Kegiatan yang tidak mampu dibiayai melalui APBDesa dan bukan merupakan kewenangan lokal skala desa seperti kegiatan yang mencakup kawasan perdesaan yang perlu diusulkan melalui mekanisme Musrenbang Kecamatan hingga kabupaten.
RKP Desa memuat informasi prioritas program, kegiatan, serta kebutuhan pembangunan desa yang didanai oleh APBDesa, swadaya masyarakat desa, dan/atau APBDKabupaten/kota. Dengan demikian RPJM Desa dan RKP Desa merupakan pra syarat dan pedoman bagi pemerintah dalam penyusunan APB Desa.
Tabel 1. Dua Jenis Perencanaan Desa

Jenis Perencanaan Desa
Nama Forum yang Membahasnya
Nama Dokumen/Keputusan yang Dihasilkan
Ditetapkan oleh Peraturan Hukum
Perencanaan enam tahunan desa
Musyawarah Desa RPJM Desa
Rencana Pembangunan jangka Menengah Desa (RPJM Desa)
Peraturan Desa (Perdes) tentang RPJM Desa
Perencanaan tahunan desa
Musyawarah Desa
Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa)
Peraturan Desa tentang RKP Desa
Sumber: Murtiono dan Wulandari (2014)

Kemudian, apa hubungannya antara RPJMD Kabupaten dengan RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa?. Sebagaimana telah diatur pada pasal 79 UU Desa, maka antara RPJM Desa dan RPJMD Kabupaten haruslah terkonsolidasi satu sama lain. Dalam arti RPJM Desa harus mengacu pada program prioritas dan visi misi daerah, RPJMD Kabupaten juga harus mau menjadikan RPJM Desa sebagai acuan penyusunan RPJMD. Sehingga akan dicapai arah kebijakan pembangunan yang saling mendukung, karena pendekatan dari bawah bertemu dengan arah kebijakan pembangunan yang diinisasi dari atas. Berikut ini skema hubungan antara RPJMD, RPJM Desa, RKP Desa dan APBDesa.



4.      Pelaku, Peran dan Tanggungjawab (Actors, Roles, and Resposibilities)

Siapa saja pelaku yang seharusnya berperan dan bertanggungjawab demi mendukung keberhasilan membuat perencanaan desa. Ada adagium yang menyatakan “perencanaan desa yang baik adalah setengah perjalanan keberhasilan desa mencapai visi dan misi desa”. Tapi, pada hakikatnya keberhasilan pembangunan tidak bisa semata-mata disandarkan pada pemerintah desa tapi juga elemen desa lainnya baik dari pelaku ekonomi desa ataupun warga desa pada umumnya (civil society) seperti masyarakat petani, buruh, ibu-ibu rumah tangga, keluarga buruh migran, perempuan dan laki-laki, apalagi yang miskin. Maka dari itu desa sebagai kesatuan masyarakat hukum, sudah selayaknya semua elemen di desa berpartisipasi dalam proses perencanaan pembangunan desa.
Pada hakikatnya pemerintah desa adalah pihak yang paling berkompeten dan bertanggung jawab menyelenggarakan forum-forum perencanaan pembangunan desa. Tapi bukan berarti tidak perlu terlibat di dalamnya. Pengikutsertaan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan desa diatur pada pasal 80 yang menyebutkan bahwa penyelenggaraan perencanaan pembangunan desa dalam bentuk musyawarah perencanaan pembangunan desa harus mengikutsertakan masyarakat desa. Lalu apa yang harus dipersiapkan pemerintah desa, dan apa pula yang sebaiknya diperankan masyarakat agar forum musyawarah perencanaan pembangunan desa sebagai alat untuk menggalang aspirasi benar-benar bermanfaat bagi arah kebijakan pembangunan desa?.
Beberapa hal yang perlu disiapkan oleh pemerintah diantaranya membentuk dan membuat Surat Keputusan untuk tim atau kelompok kerja perencanaan desa yang terdiri dari perwakilan pemerintah desa dan masyarakat, membuat jadual Musdes perencanaan, menginventarisasi calon peserta Musdes, hasil evaluasi pelaksanaan RPJM Desa dan RKP Desa tahun sebelumnya, membuat petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) Musdes Perencanaan, serta mengumpulkan bahan pendukung dari kabupaten seperti RPJMD serta pagu indikatif penerimaan desa yang bersumber dari Dana Desa (DD) maupun Alokasi Dana Desa (ADD).
Warga maupun organisasi sosial kemasyarakatan yang ada di desa seperti Karang Taruna, Kelompok Dasa Wisma yang biasanya kebanyakan perempuan, KelompokTani, Kelompok Wanita Tani, keluarga buruh migran sampai dengan kelompok masyarakat berkebutuhan khusus tentu harus menyambut gembira inisiatif pemerintah desa menyelenggarakan forum perencanaan pembangunan. Contohnya, melakukan pertemuan-pertemuan warga menjelang musyawarah perencanaan pembangunan untuk menyatukan persepsi dan aspirasi tentang kebutuhan prioritas bersama yang nantinya akan diusulkan menjadi program prioritas desa melalui forum musyawarah desa.


B.     Siklus Perencanaan Pembangunan Desa

1.      Tujuan dan Manfaat Penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa
Dalam rangka upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarka desa sesuai ketentuan umum Pasal 1 Permendagri 114 Tahun 2014, maka desa harus memiliki rencana pembangunan berjangka dan terukur. Sesuai Permendagri 114/2014 Pasal 4, Perencanaan pembangunan Desa disusun secara berjangka meliputi: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; danRencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan ditetapkan dengan Peraturan Desa. Kemudian diperkuat dalam Pasal 115 PP 43 tahun 2014 yang menyebutkan bahwa Perencanaan pembangunan desa menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dalam menyusun rancangan RPJM Desa, RKP Desa, dan daftar usulan RKP Desa.
Tujuan dan manfaat penyusunan RPJM desa dan RKP Desa seperti Kotak berikut:



KOTAK – 1


TUJUAN DAN MANFAAT PENYUSUNAN RPJM DESA:
§  Sebagai pedoman dalam menyusun RKP Desa, sehingga menjamin konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi
§  Mewujudkan perencanaan pembangunan yangsesuai kebutuhan dan keadaan setempat dan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas hidup masyarakat,
§  Menciptakan rasa memiliki dan tanggungjawab bersama terhadap program pembangunan,
§  Memelihara dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan (keberlanjutan),
§  Mendorong dan menumbuh kembangkan partisipasi dan keswadayaan dalam pembangunan
§  Sebagai ruang interaksi antara masyarakat dengan pemerintah supra desa.




KOTAK – 2


TUJUAN DAN MANFAAT PENYUSUNAN RKP DESA:
§  Dasar dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes),
§  Acuan dalam menyusun rencana operasional dan pelaksanaan pembangunan desa dalam 1 tahun,
§  Menciptakan rasa memiliki dan tanggungjawab bersama terhadap program pembangunan yang akan dijalankan dalam 1 tahun,
§  Sebagai bahan dalam melakukan evaluasi pelaksanaan pembangunan tahunan,
§  Sebagai ruang pembelajaran bersama warga dan Pemerintahan Desa.
§  Memastikan bahwa desa.
§  Memastikan bahwa dana desa yang direncanakan dan digunakan bermanfaat untuk pembagunan desa.






2.      Siklus dan Jadwal Penyusunan RJM Desa dan RKP Desa
Sesuai dengan UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa dan PP No.43 tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No.6 tahun 2014 tentang Desa siklus perencanaan desa dilaksanakan mulai bulan Juni tahun sebelumnya. Sebagaimana telah dijelaskan, siklus perencanaan dimulai dengan penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa. Kegiatan pembuatan RPJM Desa dan RKP Desa tersebut harus selesai sebelum bulan Oktober. Kemudian bulan Oktober hingga Desember adalah saatnya bagi pemerintah desa mengembangkan kedua dokumen kebijakan tersebut menjadi dokumen APB Desa. Untuk pelaksanaan APB Desa, dalam arti pembelanjaan anggaran pembangunan dilakukan mulai bulan Januari hingga Desember yang sering disebut sebagai tahun anggaran. Terakhir, sudah barang tentu pelaporan atas pelaksanaan APB Desa dilakukan setiap semester yaitu pada bulan Juli dan Januari. Kesepakatan-kesepakatan masyarakat desa yang disusun dalam perencanaan pembangunan desa harus disusun berdasarkan siklus waktu tersebut.
Pasal 114 PP No 43/2014 menyebutkan bahwa perencanaan pembangunan desa disusun berdasarkan hasil kesepakatan dalam musyawarah Desa yang dilaksanakan paling lambat pada bulan Juni tahun anggaran berjalan. SedangkanPasal 116menyebutkan bahwa dalam menyusun RPJM Desa dan RKP Desa, Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan desa secara partisipatif yang diikuti oleh BPDdan unsur masyarakat desa.Rancangan RPJM Desa dan rancangan RKP Desa dibahas dalam musyawarah desa perencanaan pembangunan.
Adapun siklus perencanaan pembangunan desa seperti bagan berikut:
         











RPJM Desa disusun dengan mempertimbangkan kondisi objektif Desa dan prioritas pembangunan kabupaten/kota dan ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak pelantikan kepala Desa.
RKP Desa disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. RKP Desa mulai disusun oleh Pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan dan ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun berjalan. Kemudian RKP Desa akan menjadi dasar penetapan APB Desa.
Pasal 119 Permendagri 114 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa menyatakan bahwa Pemerintah Desa dapat mengusulkan kebutuhan pembangunan desa kepada pemerintah daerah kabupaten/kota.Usulan kebutuhan pembangunan desa tersebut harus mendapatkan persetujuan bupati/walikota. Usulan tersebut harus dihasilkan dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa. Jika Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota menyetujui usulan tersebut, maka akan dimuat dalam RKP Desa tahun berikutnya.
Berdasarkan kewenangan desa yang cukup luas, maka pasal 120 Permendgari 114/2014 memberi kesempatan bahwa RPJM Desa dan/atau RKP Desa dapat diubah. Perubahan RPJM Desa dan RKP Desa dilakukan dalam hal:
a.       Terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
b.      Terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
Perubahan RPJM Desa dan/atau RKP Desa tersebut dibahas dan disepakati dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa dan selanjutnya ditetapkan dengan peraturan Desa.
3.      Mekanisme Perencanaan Pembangunan Desa
Sesuai Permendagri 114 Tahun 2014, tahapan penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa secara singkat dilakukan dalam tiga tahapan besar yaitu;
1)      Persiapan. Pada tahapan ini pemerintah desa menyelenggarakan sosialisasi kepada masyarakat tentang perencanaan desa dan membentuk tim atau pokja perencanaan desa. Sosialisasi adalah upaya pemerintah desa menyampaikan informasi, pemahaman kepada masyarakat serta menghimpun respon balik dari masyarakat atas rencana kegiatan yang akan dilaksanakan atau terhadap peristiwa yang sedang, akan terjadi terkait dengan rencana Penyusunan Rencana Pembangunan Desa.
2)        Musyawarah Dusun. Tahapan ini adalah tahapan musyawarah antarwarga di tingkat wilayah teritorial terkecil desa yaitu dusun. Di Aceh sebutan dusun atau dukuh dikenal dengan nama Jurong, sedangkan di Ambon atau Maluku pada umumnya disebut soa. Musdus diharapkan dapat menghasilkan daftar potensi aset dan assesment permasalahan dasar masyarakat di masing-masing dusun, sehingga nantinya akan diperoleh potret potensi dan masalah yang berbeda antardusun. Potret asimetris tersebut pada akhirnya akan menentukan kebutuhan prioritas program serta pilihan intervensi program yang tepat diterapkan di masing-masing dusun. Jika memungkinkan, dimana dari segi waktu dan dukungan logistik mencukupi, sebelum kegiatan musdus, musyawarah dalam rangka penggalian masalah prioritas masyarakat bisa dimulai dari tingkat Rukun Tangga (RW). Lalu, hasilnya di bawa ke forum Musdus tersebut.
3)      Musyawarah Desa. Hasil musdus sangat mungkin mencerminkan gambaran kebutuhan, permasalahan serta agenda prioritas pembangunan yang diusulkan masyarakat, mengingat pada umumnya karakter geografis, demografis maupun sosilogis antardusun berbeda. Dusun yang kondisi kehidupan masyarakatnya banyak yang putus sekolah tentu memiliki permasalahan dan harapan yang berbeda dengan dusun yang banyak penduduknya bersekolah secara berkelanjutan. Dusun yang terletak di pegunungan pasti memiliki kebutuhan infrastruktur yang berbeda dengan dusun yang berada di dataran rendah.
Karena itu, forum musyawarah desa menjadi penting. Musdes diselenggarakan oleh BPD yang melibatkan seluruh komponen masyarakat, termasuk kaum miskin dan perempuan. Forum ini berperan strategis menjadi ruang bagi masyarakat untuk mengelompokan (clustering) kebutuhan dan masalah yang dihadapi warga, melakukan perankingan ataupun menemukan permufakatan atas agenda-agenda prioritas yang nantinya akan didahulukan sebagai agenda prioritas pembangunan desa. Musyawarah Desa diharapkan bisa menghasilkan rumusan prioritas berdasarkan potensi aset dan masalah dasar, visi dan misi desa serta arah kebijakan pembangunan, serta kebijakan keuangan desa. Hasil kesepakatan musyawarah desa menjadi pedoman bagi pemerintah Desa dalam menyusun RPJM Desa. Secara khusus mekanisme dan proses Musyawarah Desa Perencanaan Pembangunan dibahas materi teknis penyusunan RPJMD dan RKPDesai.
4.      Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa
Sesuai pasal 25 Permendagri 114 Tahun 2014, musyawarah perencanaan pembangunan desa diadakan untuk membahas dan menyepakati rancangan RPJM Desa dan diselenggarakan oleh Kepala Desa. Musyawarah diikuti oleh Pemerintah Desa, BPDdan unsur masyarakat yaitu terdiri dari: tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, perwakilan kelompok tani, perwakilan kelompok nelayan, perwakilan kelompok perajin, perwakilan kelompok perempuan, perwakilan kelompok pemerhati dan pelindungan anak, perwakilan kelompok masyarakat miskin dan unsur masyarakat lain sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Hasil kesepakatan musyawarah perencanaan pembangunan Desa, dituangkan dalam berita acara.
Beberapa agenda penting yang dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa RPJM Desa, diantaranya;
Pertama, pembahasan visi dan misi desa. Menentukan visi dan misi desa bukanlah hal yang mudah. Mengapa?, karena pada hakikatnya menyatukan imajinasi cita-cita dan harapan dari Kepala Desa terpilih dengan warganya. Karenanya dibutuhkan kecakapan khusus, bagi seorang fasilitator untuk meramu perbedaan cita dan harapan tersebut yang semula bersifat individualistik menjadi visi dan misi yang bersifat kolektif.
Kedua, Pembahasan matrik kegiatan enam tahunan termasuk memisahkan usulan program berskala desa dan skala kabupaten. Penguasaan perangkat desa dan warga tentang jenis kewenangan yang dimiliki desa akan turut menentukan skala prioritas antarprogram sekaligus membantu memudahkan menemukan darimana sumber dana yang dibutuhkan nanti. Program yang berkait dengan kewenangan lokal berskala desa tentu tidak perlu diajukan menjadi program desa yang didanai APBD, cukuplah didanai dengan APB Desa. Disisi lain, Pemerintah Desa dan Tim Penyusun RPJM Desa juga harus memahami proporsi jumlah anggaran untuk belanja desa yang ditetapkan dalam APBDesa. Pasal 100 PP 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 6 Tahun 2014 menyebutkan tentangbelanja desa yang ditetapkan dalam APB Desa digunakan dengan ketentuan:paling sedikit 70% (tujuh puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja desa digunakan untuk mendanai penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan paling banyak 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah anggaran belanja desa digunakan untuk:penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa dan perangkat desa; operasional Pemerintah Desa; tunjangan dan operasional BPD; daninsentif rukun tetangga dan rukun warga.
Ketiga, pembahasan draft Raperdes. Sebagaimana diatur pada pasal 79 ayat (3) UU Desa, maka arah kebijakan pembangunan desa yang telah dirumuskan dalam bentuk dokumen RPJM Desa harus ditetapkan dengan Peraturan Desa. Dengan demikian memiliki kekuatan hukum yang mengikat bagi pemerintah untuk melaksanakannya. Karena itu, forum musyawarah perencanaan pembangunan desa ini hendaknya benar-benar dimanfaatkan untuk membahasan rancangan Perdes tersebut, sehingga masyarakat berkesempatan membahasnya.
Keempat, penandatanganan berita acara. Kesepakatan ataupun permufakatan yang tercapai dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan desa diutamakan untuk diberitaacarakan, sehingga memiliki kekuatan hukum. Jika sudah berkekuatan hukum, maka pemerintah desa atau pihak lainnya tidak bisa merubah seenaknya sendiri.
Kelima, memilih delegasi desa, masyarakat ataupun kelompok kepentingan sektoral yang nantinya akan menjadi utusan desa dalam forum musrenbang di tingkat kecamatan. Delegasi inilah yang nantinya akan melanjutkan usulan masyarakat yang muncul dalam menjadi agenda prioritas desa, namun skalanya adalah skala kabupaten. Karena sumber pendanaannya dari APBD atau bahkan APBN, maka usulan tersebut harus disampaikan kepada pemerintah kabupaten.

5.      Penetapan dan Perubahan RPJM Desa
Jika hasil musyawarah perencanaan pembangunan desa ada input dan masukan, maka Kepala Desa mengarahkan Tim penyusun RPJM Desa melakukan perbaikan dokumen rancangan RPJM Desa.
Sesuai Permendagri Pasal 28, Kepala Desa dapat mengubah RPJM Desa dalam hal:
a.       terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau
b.      terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
Perubahan RPJM Desa, dibahas dan disepakati dalam musyawarah perencanaan pembangunan Desa dan selanjutnya kepala desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang RPJMD,  RPJM Desa tersebut menjadi lampiran rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa. Rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa  dibahas dan disepakati bersama oleh kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk ditetapkan oleh kepala desa menjadi Peraturan Desa tentang RPJM Desa.

C.    Pengertian,  Mekanisme dan Hasil  Monitoring Perencanaan Pembangunan Desa

1.      Pengertian dan Pentingnya Masyarakat Melakukan Monitoring Perencanaan Pembangunan Desa

Kegiatan yang sering terlupa setelah atau bahkan suatu kegiatan berlangsung adalah memonitor dan mengevaluasi kegiatan tersebut. Kebanyakan dari kita lebih cepat puas dan bangga ketika kegiatan sudah berjalan ataupun sudah terlaksana. Tapi tidak mengetahui apakah target atau substansi tujuan dari kegiatan tersebut tercapai atau tidak. Karena itu tim perencana desa hendaknya mengoptimalkan fungsi baik sebagai penyelenggara kegiatan ataupun sebagai pelaku yang memonitor dan mengevaluasi atas kegiatan yang dilaksanakan.
Monitoring ini juga memungkinkan untuk melibatkan masyarakat dan menjadi bagian dalam proses pemberdayaan masyarakat desa sesuai Pasal 84 Permendagri 114 tahun 2014 bahwa Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa. Artinya bahwa Pemberdayaan masyarakat, dilakukan melalui pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat Desa. Secara mandiri masyarakat dan Pemerintah Desa harus mengembangkan proses monitoring dalam rangka memantau target dan berbagi perubahan yang sudah terjadi di masyarakat.




2.      Mekansime Monitoring dalam Siklus Perencanaan Pembangunan Desa

Pemantauan pembangunan Desa oleh masyarakat Desa dilakukan pada tahapan perencanaan pembangunan Desa dan tahapan pelaksanaan pembangunan Desa.
Pemantauan tahapan perencanaan, dilakukan dengan cara menilai penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa, Pemantauan perencanaan pembangunan desa menggunakan Form -1 tentang Pemantauan Perencanaan Pembangunan Desa.
Pemantauan tahapan pelaksanaan, dilakukan dengan cara menilai antara lain: pengadaan barang dan/atau jasa, pengadaan bahan/material, pengadaan tenaga kerja, pengelolaan administrasi keuangan, pengiriman bahan/material, pembayaran upah, dan kualitas hasil kegiatan pembangunan Desa.
Bupati/walikota melakukan pemantauan dan pengawasan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa dengan cara:
a.           memantau dan mengawasi jadwal perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Desa;
b.          menerima, mempelajari dan memberikan umpan balik terhadap laporan realisasi pelaksanaan APB Desa;
c.           mengevaluasi perkembangan dan kemajuan kegiatan perencanaan pembangunan Desa; dan
d.          memberikan pembimbingan teknis kepada pemerintah Desa.
Jika terjadi keterlambatan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa, sebagai akibat ketidakmampuan dan/atau kelalaian pemerintah Desa, bupati/walikota akan:
a.           menerbitkan surat peringatan kepada kepala desa;
b.          membina dan mendampingi pemerintah desa dalam hal mempercepat perencanaan pembangunan desa untuk memastikan APB Desa ditetapkan 31 Desember tahun berjalan;
c.           membina dan mendampingi pemerintah desa dalam hal mempercepat pelaksanaan pembangunan desa untuk memastikan penyerapan APB Desa sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 78 Permendagri 114 Tahun 2014 memberi ruang tentang pengaduan dan penyelesaian masalah. Kepala Desa mengoordinasikan penanganan pengaduan masyarakat dan penyelesaian masalah dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan desa.Koordinasi penanganan pengaduan masyarakat dan penyelesaian masalah, meliputi kegiatan:
§  penyediaan kotak pengaduan masyarakat;
§  pencermatan masalah yang termuat dalam pengaduan masyarakat;
§  penetapan status masalah; dan
§  penyelesaian masalah dan penetapan status penyelesaian masalah.




Penanganan pengaduan dan penyelesaian masalah berdasarkan ketentuan:
§  menjaga kerahasiaan identitas pelapor;
§  mengutamakan penyelesaian masalah di tingkat pelaksana kegiatan;
§  menginformasikan kepada masyarakat desa perkembangan penyelesaian masalah;
§  melibatkan masyarakat desa dalam menyelesaikan masalah; dan
§  mengadministrasikan bukti pengaduan dan penyelesaian masalah.

Penyelesaian masalah dilakukansecara mandiri oleh desa berdasarkan kearifan lokal dan pengarusutamaan perdamaian melalui musyawarah desa. Jika musyawarah desa menyepakati masalah dinyatakan selesai, hasil kesepakatan dituangkan dalam berita acara musyawarah desa.
3.      Hasil Monitoring

Hasil pengawasan dan pemantauan pembangunan desa, menjadi dasar pembahasan musyawarah desa dalam rangka pelaksanaan pembangunan desa. Hasil pemantauan tersebut, dituangkan dalam format hasil pemantauan pembangunan desa. Jika hal tersebut tetap berjalan, maka siklus pembangunan desa akan berjalan baik karena pembelajaran dan pengalaman pengelolaan program maupun visi yang harus diusung bersama masyarakat desa secara kolektif.



























Form-1

Format Pemantauan Perencanaan Pembangunan Desa


PEMANTAUAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

Tanggal     : …………………………………
Desa           : …………………………………             Kabupaten/Kota      : …………………………………
Kecamatan                                                                       : …………………………………         Provinsi  : …………………………………

No.
Kegiatan/ Dokumen yang dipantau
Dilaksanakan/ Ada dokumen
Tidak dilaksanakan/ tidak ada dokumen
Keterangan (penjelasan bila tidak dilaksanakan)
1
Data rencana program dan kegiatan pembangunan yang akan masuk ke Desa



2
Pendataan potensi dan masalah di Desa



3
Dokumen rekapitulasi gagasan dusun



4
Laporan hasil pengkajian keadaan Desa



5
Musyawarah Desa penyusunan RPJM Desa



6
Rancangan RPJM Desa



7
Musyawarah perencanaan pembangunan desa penyusunan RPJM Desa



8
Musyawarah Desa penyusunan RKP Desa



9
Dokumen pagu indikatif desa



10
Rancangan RKP Desa



11
Proposal Teknis dan kelengkapannya



12
Verifikasi dan pemeriksaan proposal teknis



13
Daftar usulan RKP Desa



14
Berita acara tentang hasil penyusunan rancangan RKP Desa



15
Berita acara Rancangan RKP Desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa





Mengetahui,
Kepala Desa




........................................................
................................, ................................. ..........
Tim Pemantau Masyarakat




........................................................

Keterangan pengisian:
§  Untuk kegiatan, isi dilaksanakan atau tidak dilaksanakan
§  Untuk dokumen/data, isi ada atau tidak ada dokumentensi dan masalah di Desa



3
Dokumen rekapitulasi gagasan dusun



4
Laporan hasil pengkajian keadaan Desa



5
Musyawarah Desa penyusunan RPJM Desa



6
Rancangan RPJM Desa



7
Musyawarah perencanaan pembangunan desa penyusunan RPJM Desa



8
Musyawarah Desa penyusunan RKP Desa



9
Dokumen pagu indikatif desa



10
Rancangan RKP Desa



11
Proposal Teknis dan kelengkapannya



12
Verifikasi dan pemeriksaan proposal teknis



13
Daftar usulan RKP Desa



14
Berita acara tentang hasil penyusunan rancangan RKP Desa



15
Berita acara Rancangan RKP Desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa






Mengetahui,
Kepala Desa




........................................................
................................, ................................. ..........
Tim Pemantau Masyarakat




........................................................

Keterangan pengisian:
§  Untuk kegiatan, isi dilaksanakan atau tidak dilaksanakan
§  Untuk dokumen/data, isi ada atau tidak ada dokumen

1 comments: